Sejak pindah ke luar ibukota—baik kantor maupun rumah, sudah lama saya tak lagi menjadi penumpang metro mini. Apalagi sejak pandemi melanda negeri, si bus oranye yang dahulu terkenal sebagai raja jalanan ibukota karena sang sopir yang ugal-ugalan jago ngebut, sudah tak terlihat lagi wujudnya kini. Entahlah kemana gerangan dirinya. Sepertinya ia sudah tergerus masa. Kalah bersaing dengan bus Trans Jakarta atau pengemudi ojek online lainnya. 

Flashback ke masa-masa kejayaan Metro Mini
Kalau ingat kiprahnya di masa lalu, betapa merajainya si metro mini warna oranye ini. Kompetitornya di jalanan ibukota adalah si hijau muda Kopaja. Disamping terkenal “lincah” menerobos padatnya jalanan dan berebut penumpang, tak jarang para pelajar memakai metro mini sebagai angkutan saat tawuranmaupun demo mahasiswa.

Saya pun adalah salah satu penumpang setia si oranye ini. Ia adalah alat transportasi utama saat saya awal mulai bekerja di ibukota. Ongkos yang sesuai di kantong para pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum termasuk pekerja pemula seperti saya, membuat si oranye tetap idola. Bus metro mini yang saya sering naiki adalah 604—yang melewati Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta. Meski sering dinaiki, namun tak urung yang namanya apes, ya apes saja. Selain dikenal sebagai raja jalanan, metro mini dikenal juga sebagai ajang copet beraksi. Dan sayalah salah satu korbannya, hadeeh.

***

Kala itu sebagai CPNS baru, gaji yang saya terima masih 80% hingga 8 bulan lamanya. Singkat cerita 8 bulan pun sudah terlewati dengan sukses penuh warna. Rapelan gaji pun saya terima. Maka, tak tunggu lama saya pun membelanjakannya dengan riang gembira untuk membeli Handphone (Hp) barumenggantikan Hp lama. Namun sepertinya umur Hp tersebut tak lama-lama di tangan hamba, Sodara. 

Pada suatu siang saat jam istirahat, saya sudah janjian kencan buta dengan seorang gadis. Kenapa kencan buta? Karena saya sendiri belum pernah bertemu dengannya—hanya mendapat nomornya dari seorang sahabat kuliah. Karena kantornya kebetulan masih di jalan yang sama dengan kantor saya, maka saya pun naik 604 dan bertemu dengannya di kantornya. 

Obrolan-obrolan standar mengalir kaku dari mulut saya dan si gadis. Maklumlah baru saja bertegur sapa. Tak lama kami berpisah. Nah, di sinilah mulailah musibah itu, Sodara. Sesaat setelah berpisah dengannya, saya pun kembali menaiki bus yang sama seperti awal datang. Ya, si bus oranye metro mini 604.Karena bus penuh, maka saya pun berdiri.

Entah karena hati masih berbunga-bunga setelah bertemu dengan gadis kenalan baru, otak saya pun melupakan cerita-cerita tentang copet. Tak tunggu lama, tetiba pria yang berdiri di depan saya dan sebelumnya sudah membawa sapu pendek, mulai bergerak ke arah saya menggoyang-goyangkan sapunya ke arah kaki. Saya pun merasa aneh namun tak urung saya hanya terkesima memperhatikan ulahnya. “Ngapain nih orang?” kata saya dalam hati. Saya pun mengikuti iramanya mundur ke belakang karena dia terus maju mendesak kaki saya. 

Tak lama sang penyapu menghentikan aksinya. Namun hasilnya ternyata sangat efektif—baginya. Saya pun mulai merasakan ada yang kosong di dompet Hp yang mengait di sabuk saya. Kebetulan model dompet HP saya hanya direkat oleh magnet. Walah! Hp sudah tak ada lagi di tempatnya. Saya pun panik seketika. “Hp saya hilang, Hp saya hilang!”. Anehnya para penumpang hanya bereaksi datar—hanya menoleh dan bersikap biasa lagi, duduk manis di bangkunya. Belakangan saya menyadari bahwa si pencopet tak bekerja sendiri, komplotannya memang berada di antara penumpang. Hmm, pantas.

Seketika orang di sebelah saya berteriak,” Orangnya tadi sudah turun!” Namanya lagi nge-blank pikiran, saya pun spontan menghentikan bus. “Kiri, Pak Supir!” teriak saya. Saya pun bergegas turun. Setelah turun, saya celingak-celinguk. “Kenapa saya turun, ya?” tanya saya sendiri bagai baru bangun dari tidur siang, sementara si 604 telah jauh berjalan. 

Akhirnya dengan lunglai saya kembali ke kantor. Hp baru rapelan gaji 8 bulan lenyap digondol komplotan pencopet metro mini. Otomatis, nomor Hp gadis yang baru saya kenal, ikut hilang bersama lenyapnya Hp. HP dicopet, gadis gebetan pun gagal dipepet. Bukan asem lagi rasanya, tapi pahit, pahit, pahit!

Itulah nostalgia saya bersama metro mini oranye, Sodara. Meski pahit, namun takkan terlupa kenangan dengannya, hingga saya tuliskan kembali buat pembaca. Pesan moral: boleh hati berbunga-bunga namun tetap hati-hati kala berada di ruang publik atau kendaraan umum. Waspadalah, waspadalah!

Editor: Nawa

Gambar: detik.com