Sejatinya manusia tidak mungkin dapat terus hidup stagnan dan statis dalam pemikiran dan pengalamannya. Oleh karena itu, untuk menambah pengetahuan dan gaya penghidupan manusia harus bergerak (menjadi perantau) dan melakukan adaptasi terhadap hal-hal baru yang akan ia jalani. Adaptasi berarti perubahan atau penyesuaian makhluk hidup terhadap fungsi, struktur, lingkungan ataupun keadaan yang membuatnya bertahan dalam kondisi baru tersebut.

Tentu, kita tidak bisa semena-mena menuntut lingkungan atau budaya baru yang kita temui itu untuk menyesuaikan dengan keadaan kita, itu tak adil. Sebaliknya, karena kita adalah subjek bagi diri kita sendiri, maka kebaikan yang harusnya kita lakukan adalah melakukan adaptasi terhadap suatu tempat yang baru, meski tampak berlawanan dari rutinitas kita sebelumnya.

Sebut saja santri baru, mahasiswa baru, pekerja pemula, keluarga yang pindah tempat tinggal dan berbagai kasus lainnya. Dalam menyikapi hal tersebut, ada beberapa upaya dapat dilakukan untuk mengolah diri kita agar mampu beradaptasi di manapun itu.

Perantau Harus Adaptif

Ubah pola pikir bahwa dunia sebatas rumah kita saja. Sejak lahir manusia akan memiliki waktu untuk menghabiskan masa kecilnya di tempat yang mereka sebut rumah. Maka dari sanalah kita mengalami pelajaran dan pendewasaan hidup. Sebagai awal untuk beradaptasi jika kita harus pergi dari rumah, maka mulanya kita harus memikirkan realita bahwa dunia ini luas dan kita hanya memiliki kedaulatan dalam satu tubuh manusia dibandingkan dengan ribuan manusia atau makhluk lainnya. Apalagi terhadap alam semesta dan seisinya.

Setelah menyadari bahwa dunia ini luas, kita akan berlanjut pada tahap mengenali berbagai perbedaan kultural maupun aspek sosialnya. Bahwa kita hidup dengan beramai-ramai dan bermacam-macam pula hal yang akan terjadi di tempat lain. Ketika kita menyadari hal tersebut, setidaknya kita paham dan menerima perbedaan individu maupun sosial yang terjadi dalam berinterkasi.

Interaksi yang terjadi secara rutin dan pengenalan lokasi secara indrawi dapat menjadikan kita akrab dengan hal-hal baru. Semakin kita banyak bergaul dan mengenali lingkungan, maka rasa nyaman dan damai akan kita dapati. Kuncinya, carilah dan nikmati sesuatu yang bisa membuatmu menyenangi lingkungan baru, seperti suasananya, cuacanya, orang-orangnya atau rencana cita-citamu yang akan dikejar di sana.

Setelah beberapa hal tersebut sudah kita lewati, hal yang paling berat menurut penulis ialah adaptasi pikiran. Bahwa pikiran dan keinginan kita yang menuntut untuk pulang ke rumah dan berleha-leha dengan zona nyaman. Perlu kita sadari bahwa kita harus bergerak keluar, kita tak bisa terus-terusan hidup dalam tempurung kecil yang memanjakan kita.

***

Maka, belajar menjalani hidup dengan orang baru, ilmu baru, budaya baru, dan pengalaman baru merupakan cara manusia dalam mencari kesejatian hidupnya. Namun, ada satu hal yang tak boleh kita lupakan ketika kita keluar dari wilayah regional kita, yaitu orang tua. Jalinan komunikasi yang baik dan pemberian kabar kepada mereka merupakan salah satu hal paling berharga yang dapat dirasakan.

Orang tua adalah pelipur rindu sesungguhnya dalam suasana rumah. Mereka adalah nyawa dan esensi rumah sejati, dimana keduanya merupakan alasan kita untuk kembali pulang. Sedikit pesan untuk para perantau, jangan lupakan orang tua, terus kabari mereka. Terakhir, sejauh apa pun seseorang merantau, ia tak boleh melupakan rumah. Sebab, di sanalah kebahagiaan dan kehidupannya bermula.

Editor: Nirwansyah

Gambar: Kompasiana.com