Lawakan para wakil rakyat, sebuah kenyataan pahit yang di derita rakyat

Meski telah hidup puluhan tahun, nyatanya kita masih saja tak dapat menebak dinamika kehidupan. Pagi tersenyum gembira, sorenya dicekik oleh harga BBM yang menggila.

Hari ini merasa bebas, besok dapat kabar tentang data NIK yang bocor oleh peretas. Baru juga mengkritik wakil rakyat, tiba-tiba buzzerRp menyerbu tanpa akal sehat.

Yah… seperti itulah hidup, tak mudah ditebak. Salah satu tujuan dari hal tersebut sangat sederhana, supaya manusia mempersiapkan diri.

Jika kita tahu kapan kita akan kaya, mungkin kita akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk bersantai. Saat kita tahu kapan kita wafat, mungkin kita akan berbuat baik hanya saat masa tersebut telah benar-benar dekat.

Ngomong-ngomong soal masa depan dan prediksi, seandainya dulu kita tahu bahwa hari ini BBM akan naik harganya, kira-kira apa yang akan kita lakukan?

Membeli BBM sebanyak-banyaknya lalu menimbunnya? Menumbangkan rezim lawak? Atau justru memilih meninggalkan tanah air (yang katanya) milik kita?

Tampaknya banyak orang―terutama dari golongan kaya―akan cenderung mengambil pilihan yang pertama. Sebab, hal itu akan menyumbang keuntungan yang besar bagi mereka.

Lantas, orang-orang dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah bagaimana? Tak banyak yang bisa dilakukan selain mendengar (dan menuruti) slogan presiden tercinta kita dan para penjilatnya, yakni “kerja-kerja-kerja” dan “sabar!”.

Pertanyannya, mengapa mesti kata “sabar” yang dipilih untuk diucapkan di hadapan rakyat?

Senjata Pamungkas

Berdasarkan apa yang tampak, sepertinya kata “sabar” kerap dijadikan pemanis saat para wakil rakyat tidak menemukan solusi atas problematika yang mereka hadapi.

Sabar―bagi mereka―adalah senjata pamungkas untuk menenangkan hati rakyat. Ditambah lagi, sabar banyak disebut dalam teks keagamaan.

Hal ini membuat rakyat tidak merasa dibohongi oleh para wakilnya. Rakyat―ketika mereka bersabar atas kelakuan wakil rakyat―justru merasa telah menaati perintah agama.

Tidak salah juga sih, hanya saja apabila kita tetap berpikir demikian, maka para wakil rakyat akan sangat mungkin kian semena-mena terhadap kita. Lantas, seperti apa konsep sabar yang tepat?

Jika dihubungkan dengan lawakan para wakil rakyat, rasanya kita tidak memiliki banyak pertanyaan terkait konsep sabar terhadapnya. Kita memang mesti bersabar atas apa yang dikehendaki Tuhan pada kita.

Misalnya, kondisi kemiskinan. Kita patut bersabar terhadapnya sambil terus menaruh harap pada Tuhan. Nah, beda lagi ceritanya jika di dalamnya terdapat kezaliman manusia.

Contoh, hak yang semestinya berada di tangan kita, malah dirampas oleh mereka yang berpakaian rapi dengan setelan jas dan dasi.

Sabar pada Tempatnya

Kita seyogianya tak hanya diam sambil menyatakan diri tengah bersabar. Kita mesti bersuara dan lantang menuntut keadilan.

Sebab, jika tidak demikian, harta rampasan ‘orang-orang itu’ akan semakin melimpah. Rakyat sendiri, di sisi lain, akan semakin tenggelam dalam jurang kemiskinan dan kelaparan.

Sabar itu memang menjadi satu keharusan, asalkan sesuai pada tempatnya. Saat kita terus saja dizalimi, apakah kita akan diam saja?

Bila seperti itu yang terjadi, kita ini termasuk orang yang penyabar atau orang bodoh? Nah, beda lagi ketika kita mendapat serangan habis-habisan dari buzzerRp.

Seumpama kita berada di posisi tersebut, kita justru lebih baik diam dan tidak melawan. Ujung-ujungnya kita sendiri yang rugi, entah itu rugi waktu atau pun pikiran.

Lain halnya dengan para buzzerRp. Mereka memang dibayar untuk menjadi bodoh dengan gaya. Mau sebanyak apa pun fakta kita beberkan pada mereka, tetap saja mereka akan menolaknya.

Karena ya… memang seperti itulah pekerjaan mereka. Jadi, dalam konteks ini, wajib hukumnya kita diam, menyatakan diri bersabar, dan mencari aktivitas lain yang lebih bermanfaat.

Romantisasi Syukur

Selain sabar, perkara lain yang juga kerap diromantisasi adalah “syukur”. Persis seperti sabar, syukur juga banyak tercantum dalam teks keagamaan.

Salah satu tujuan syukur sendiri adalah membentengi manusia supaya tidak sampai pada titik kufur, lupa atau bahkan mencela atas nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan.

Banyak dari kita mungkin pernah mendengar nasihat yang menjelaskan bahwa seyogianya kita mengingat-ingat nikmat Tuhan ketika sedang berada dalam kondisi susah.

Maksud dari nasihat itu adalah supaya kita sadar bahwa Tuhan benar-benar Maha Pemurah dan kita tidak menuduh bahwa Tuhan itu tidak adil.

Namun, sekali lagi, bila dikaitkan dengan lawakan para wakil rakyat, apakah konsep syukur yang seperti itu masih relevan?

Saya sendiri menilai bahwa konsep syukur seperti yang disebut di atas masih relevan dengan kondisi wakil rakyat kita hari ini. Hanya saja ia masih butuh sedikit penyesuaian dalam beberapa konteks tertentu.

Misal, kita tidak melihat lagi air mata drama dari orang-orang yang (katanya) membela wong cilik saat harga BBM naik. Dalam konteks ini, rasanya kita patut bersyukur.

Pasalnya, kesusahan yang dialami rakyat tak lagi dieksploitasi sebagai bahan tangisan pencitraan mereka. Sementara itu, di sisi lain kita juga patut misuh lantaran para wakil rakyat yang malah party merayakan ulang tahun sang calon legenda Indonesia di saat rakyat dalam keadaan tercekik. Manusia mana coba yang bisa bersyukur melihat hal termaktub!?

Saya masih heran dengan kelakuan wakil rakyat belakangan. Padahal, negara ini baru saja merayakan ulang tahun yang ke-77, di mana kala itu semua orang―termasuk wakil rakyat―berharap semoga negara ini menjadi lebih baik.

Namun, realitanya setelah itu para wakil rakyat bukan mengambil langkah-langkah yang solutif untuk rakyat. Mereka justru semakin membuat negara ini sesak oleh problematika.

Guna menutupi hal tersebut, mereka―baik secara tersurat maupun tersirat―menyuruh rakyat untuk bersabar dan bersyukur.

Bersabar atas masalah yang menimpa negara ini (padahal itu banyak disebabkan oleh wakil rakyat sendiri), bersyukur sebab kondisi negara ini tak seburuk negara lain (berdasarkan klaim mereka sendiri). Ini seolah secara tidak langsung merupakan upaya pembungkaman terhadap rakyat.

Tanpa disuruh pun, sebenarnya rakyat tiap hari sudah bersabar dan bersyukur. Iya! Bersabar dan bersyukur sebab memiliki wakil rakyat yang penuh dengan lawakan.

Hidup yang dijalani rakyat itu selalu tentang pertaruhan antara hidup dan mati. Artinya, ketika ada wakil rakyat yang melontarkan kalimat supaya rakyat bersabar dan bersyukur, itu sama halnya dengan lulusan S-1 yang menggurui profesor.

Saya pikir lawakan para wakil rakyat tak akan berhenti di sini. Mendekati 2024, akan kian banyak lawakan yang mereka pertontonkan.

Oleh sebab itu, kita mesti bersiap agar saat momen tersebut tiba, kita tidak salah dalam menempatkan konsep bersabar dan bersyukur.

Sebab, seperti yang telah disebutkan di awal, bila kita selalu saja bersabar dan bersyukur atas kezaliman para wakil rakyat, maka sangat mungkin mereka akan semakin berani bersikap semena-mena terhadap rakyat. 

Editor: Lail

Gambar: Pexels