Pandemi memaksa jalanan menjadi sepi karena tak ada lagi keramaian seperti biasanya. Orang-orang cenderung lebih memilih memindahkan segala aktivitas ke dalam rumah. Jika masih ada yang berseliweran di jalanan, biasanya mereka memiliki urusan atau para pekerja yang pekerjaannya tidak bisa dipindahkan dengan hanya bermodal komputer di rumah.

Mahasiswa pun turut terdampak. Agenda-agenda perkuliahan perlahan dipindahkan ke metode daring sedangkan agenda-agenda keorganisasian terpaksa harus ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Terganggunya aktivitas keorganisasian tersebut turut melemahkan unsur pergerakan yang telah melekat dan tak terlepaskan sejak lama dalam status “Mahasiswa”.

Sebagai kontrol sosial, mahasiswa memiliki fungsi pengawal kebijakan yang berdampak bagi masyarakat luas. Jika kebijakan tersebut dianggap tak sesuai, tahapan dari diskusi terbatas sampai akhirnya aksi jalanan akan dilakukan. Namun semua itu terkendala karena endemik Corona di Indonesia. Padahal, agenda-agenda besar pengawalan kebijakan penting di situasi genting seperti sekarang ini sedang menanti. Misalnya, kasus staf khusus milenial yang mengambil kesempatan mengalihkan proyek ke usaha yang dimilikinya dan isu legislasi Omnibus Law Cipta Kerja yang problematik, lepas dari kawalan sehingga dengan mudah pemerintah meneruskan pembahasan.

Gerakan-gerakan mahasiswa seolah mengalami kebuntuan jika tak bisa turun ke jalanan. Ada apa?

 

Tetap Bersuara meski Sunyi karena Pandemi

Jalanan sepertinya sedang tidak memungkinkan untuk menggelar panggung-panggung keluhan. Lantas sebagai insan creative minority, seharusnya mahasiswa punya solusi dalam mentransformasi sebuah gerakan. Jika biasanya jalanan adalah panggung untuk berkeluh kesah, kini ketikan jari tangan bisa menjadi alternatifnya. Jangan sampai gerakan mahasiswa ikut terisolasi dalam pikiran tanpa sempat diutarakan.

Tentu seruan untuk mentransformasi gerakan ini disertai harapan kepada para pemangku kebijakan, jangan sampai ketika kritik terbit dari jari-jari tangan mahasiswa, pemerintah menutup mata hanya karena suaranya sunyi dan termuat dalam dunia yang maya. Setidaknya menanggapi, membuka ruang dialog, hingga lahir kebijakan yang berkualitas.

Banyak yang menanti. Jangan sampai situasi pandemi yang memaksa kita untuk menepi dimanfaatkan kelonggarannya. Maka dari itu, kepada rekan-rekan mahasiswa di manapun berada, mari tetap konsisten dalam meresapi fungsi-fungsi mahasiswa di tengah situasi ini dengan mentransformasi gerakan jalanan menjadi gerakan tulisan untuk mengawal cita-cita proklamasi dan amanah reformasi.

Hidup Mahasiswa!

Penulis: Renaldo Gizind

Penyunting: Aunillah Ahmad