Sepak bola bukan hanya sekadar permainan, tetapi di luar lapangan, di ruang-ruang publik, ia menjadi topik yang asyik untuk diperbincangkan. Tidak heran jika olahraga yang satu ini bisa menyihir jutaan manusia. Ada banyak orang berteriak keras-keras mengaku telah jatuh cinta pada olahraga yang satu ini.

Berapa banyak cerita inspiratif yang bisa kita temukan tentang kisah pesepak bola ternama yang hidupnya berubah drastis karena sepak bola? Messi dengan penyakit kekurangan hormon pertumbuhan ketika kecil, Neymar dengan kemiskinan yang menjerat keluarganya, hidup mereka saat itu demikian sulit, tetapi kini berubah drastis. 

Nah, itulah sepenggal kisah inspiratif dari pemain sepak bola kelas dunia. Namun, dalam tulisan kali ini saya tidak akan berfokus pada kisah para pemain melainkan pengalaman saya sendiri sebagai seorang suporter tim sepak bola.

Mensyukuri Sepak Bola

Sebagian orang bersyukur karena mengenal sepak bola dalam hidupnya. Tidak terkecuali saya. Menonton pertandingannya di pinggir lapangan bukanlah hal yang asing bagi saya. Saat kecil saya tinggal di desa yang masyarakatnya gemar sekali dengan olah raga tersebut. Saban sore, lapangan dekat rumah saya tak pernah sepi dari sorakan bapak-bapak atau anak muda yang menyaksikan dua kesebelasan yang sedang bertanding.

Namun, saya tidak pernah memiliki kesan yang istimewa terhadap sepak bola saat itu. Biasa saja, tidak ada yang menarik. Begitu seterusnya hingga pada usia 12 tahun, saya dibuat menangis karena menonton pertandingan sepak bola untuk pertama kalinya.

Bayangkan, orang yang tidak pernah menganggap sepak bola sesuatu yang istimewa bisa dibuat menangis karena menontonnya. Saya pikir saat itu tidak hanya saya atau keluarga saya di rumah yang hatinya kecewa hingga meneteskan air mata usai menyaksikan laga final AFF 2010. Sebagian rakyat Indonesia saya yakin juga merasakan hal yang sama.

Tibalah tahun 2011, SEA Games pun digelar di Indonesia. Orang-orang di rumah saya sangat antusias menyaksikan cabang olahraga tersebut. Saat itu saya cukup tertarik juga untuk menonton, mengingat di tahun sebelumnya saya merasakan keseruan tersendiri saat menyaksikan Timnas Indonesia. Saya pikir keseruan yang sama akan terjadi lagi.

Tidak disangka-sangka, momen SEA Games 2011 memiliki andil besar dalam hidup saya. Inilah titik mula gairah hidup itu muncul dalam diri saya. Sejak saat itu, saya menemukan apa yang saya sukai.

Menjemput Ingatan

Jika saya ceritakan alasan mengapa hal ini terjadi, boleh jadi orang akan berpikir ini merupakan alasan yang sangat mudah ditebak. Sesuatu yang menjadi alasan sebagian besar perempuan menyukai sepak bola. Rupa pemain bola. Ya, itulah alasannya!

Saya tiba-tiba saja dibuat jatuh cinta pada sesok pemain bola. Masih teringat dengan jelas bagaimana peristiwa itu terjadi.

Malam itu, pertandingan Indonesia kontra Thailand. Sebelum peluit tanda kick off ditiup, seorang pemain sekonyong-konyong menyedot perhatian saya.

Jika dikatakan tampan, sebetulnya masih ada yang lebih tampan. Namun, mungkin inilah yang disebut rasa suka atau kagum bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja. Bukan pemain Indonesia yang mencuri perhatian saya saat itu melainkan pemain Thailand.

Ia adalah bek kiri timnas Thailand. Malam itu, ia membuat saya berbunga-bunga dan dirundung duka sekaligus. Sebab, di menit ke-13 ia terkena ganjaran dari wasit setelah melanggar Andik. Pemain bernasib nahas itu bernama Theerathon Bunmathan.

Sepak Bola dan Mimpi-mimpi Manusia

Setahun berselang, saya masih terus mengikuti informasi tentang Theerathon. Lama-kelamaan saya juga jadi tertarik dengan Liga Thailand. Di Twitter, saya mulai mencari teman yang juga menyukai Liga Thailand dan saya berhasil menemukannya.

Saya berkenalan dengan seorang pecinta bola sekaligus blogger. Saya senang bisa mengenalnya. Suatu saat saya iseng membaca tulisan di blognya. Hampir sebagian besar isinya tentang sepak bola dan sebagian lainnya tentang cerita hidup.

Membaca dan menulis bukanlah kegiatan yang biasa saya lakukan. Namun, sepak bola seketika menghadirkan keajaiban. Saya jadi tertarik membaca lebih banyak buku, saya mulai berani menulis, bahkan saya bercita-cita ingin menjadi penulis.

Lebih dari itu, demi mencari teman untuk sharing, saya tidak keberatan memulai perkenalan di Twitter. Padahal aslinya saya sangat pemalu dan penakut.

Dari lapangan bola, saya dikenalkan pada sosok pesepak bola idola, dikenalkan dengan seorang kawan yang membuat saya suka membaca dan menulis, dan akhirnya mampu membuat saya memiliki cita-cita jadi penulis. Hidup saya terasa lebih berharga dan bermakna.

Sepak bola membuat saya memiliki mimpi. Mimpi sekolah tinggi, mimpi mendapatkan profesi tertentu, mimpi keliling dunia, dan mimpi-mimpi lainnya.