Series Racket Boys bikin heboh ~

Beberapa waktu yang lalu, drama Korea berjudul Racket Boys sempat ramai diperbincangkan di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan drama ini dianggap menghina Indonesia dalam salah satu episodenya.

Namun terlepas dari hal tersebut, series Racket Boys ini  sendiri cukup menarik perhatian saya, yang notabene bukanlah penggemar drakor-drakoran. Hal yang membuat saya tertarik dengan drama ini yaitu jalan ceritanya yang mengisahkan tentang perjuangan atlet bulu tangkis usia muda.

Apa yang diceritakan dalam drama ini sangatlah relate buat saya. Hal itu dikarenakan ketika saya masih kecil dulu, saya bisa disebut sebagai atlet bulu tangkis.

Walaupun nggak berprestasi, tapi pengalaman selama bertahun-tahun menekuni olahraga bulu tangkis membuat saya paham betul dengan seluk-beluk bulu tangkis. Terutama mengenai keadaan bulu tangkis usia muda dan bagaimana proses seseorang menjadi seorang atlet.

Dalam tulisan saya kali ini, saya ingin membandingkan mengenai kondisi perbulutangkisan usia muda di Indonesia dan di Korea. Berdasarkan dari apa yang digambarkan dalam series Racket Boys. Sebagai catatan, perbandingan ini bukan mengenai mana yang lebih baik atau buruk.

# 1 Sekolah Bulu tangkis

Mengenai pembinaan atlet usia muda, terdapat perbedaan antara Indonesia dengan Korea. Perbedaan tersebut terletak pada bagaimana sekolah bulu tangkis dijalankan. Dalam series Racket Boys, klub bulu tangkis menjadi satu dengan sekolah konvensional. Pada drama ini diceritakan bahwa para tokoh tergabung dalam klub bulu tangkis SMP Haenam Seo.

Berbeda dengan di Indonesia, klub bulu tangkis kebanyakan tidak ada hubungan dengan sekolah. Klub-klub bulu tangkis ini berdiri sendiri. Jika seseorang ingin bergabung, maka mereka harus mendaftar dan membayar biaya latihan sendiri. Walaupun ada beberapa sekolah yang terdapat kegiatan bulu tangkis di dalamnya. Tapi di Indonesia biasanya hanya sekadar ekskul saja, dan bukan kegiatan yang intensif.

# 2 Kompetisi

Seperti yang saya katakana pada poin pertama tadi. Maka dari itu kompetisi yang ada dalam Racket Boys adalah kompetisi antar sekolah. Hal tersebut berbeda dengan di Indonesia, dimana kompetisi yang diadakan adalah kejuaraan antar klub bulu tangkis. Untuk kejuaraan antar sekolah, di Indonesia sendiri terdapat kompetisi bernama O2SN. Namun kompetisi tersebut tidak sebesar kejuaraan antar klub bulu tangkis.

Cakupan kompetisi yang ada di Indonesia dengan di Racket Boys bisa dibilang hampir sama. Dimana kompetisi dibagi menjadi kejuaraani tingkat daerah sampai tingkat nasional. Bedanya dengan di Indonesia, untuk mengikuti kompetisi nasional minimal kita harus bergabung dengan klub-klub besar terlebih dahulu. Tidak bisa sembarang daftar begitu saja.

# 3 Proses menjadi atlet professional

Jika melihat dari apa yang digambarkan dalam drama Racket Boys. Untuk menjadi atlet professional yang mewakili suatu negara di ajang Internasional. Di Indonesia sepertinya memiliki tahapan yang lebih komplek jika dibanding dengan Korea.

Di Indonesia, untuk menjadi seorang atlet profesional harus melewati banyak tahapan terlebih dahulu. Pertama para calon atlet harus bergabung dengan klub bulu tangkis untuk menimba ilmu. Tidak wajib ikut klub sebenarnya, tapi jika ikut klub semua akan lebih mudah. Setelah menimba ilmu di klub-klub kecil. Mereka paling tidak harus bergabung dengan klub-klub besar dahulu, sebelum menjadi pemain profesional.

Di Indonesia terdapat beberapa klub besar yang menjadi tujuan para atlet muda yaitu ada PB Djarum, Jaya Raya, atau Mutiara Bandung. Baru setelah bergabung dengan klub-klub besar itu, nantinya para atlet akan berkompetisi pada kejuaraan tingkat nasional. Dari kejuaraan tersebut nantinya mereka akan diseleksi untuk masuk ke pelatnas. Jika sudah mesuk pelatnas, para atlet akan dipersiapkan untuk mewakili Indonesia di kompetisi internasional.

Walaupun terdapat perbedaan antara Indonesia dan Korea dalam perbulu tangkisan usia muda. Namun dari semua itu terdapat satu prinsip yang sama. Yaitu untuk menjadi seorang atlet, hal yang harus dilakukan adalah giat berlatih dan disiplin.

Editor : Hiz