Namanya terdengar asing bukan di telinga kita? Saya pun begitu. Tapi tanpa kita ketahui, ternyata sosok inilah yang sangat berjasa di bidang literasi pada era kemerdekaan. Beliau mempunyai semangat yang membara dalam menciptakan berbagai karya sastra seperti cerpen. Tapi siapakah Siti Rukiah Kertapati ini sebenarnya?
Siti Rukiah Kertapati
Nama Siti Rukiah Kertapati nggak pernah lagi terdengar sejak pergolakan politik pada tahun 1965, padahal dia adalah sosok perempuan yang aktif di dunia literasi dengan sejumlah karya sastra. Siti Rukiah juga mendapatkan penghargaan Seni Sastra dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN) pada 1952 untuk kumpulan cerita pendek dan sajak. Selama periode 1946-1952, Rukiah banyak menghasilkan tulisan dan menerbitkan novel pada 1950 berjudul Kejatuhan dan Hati.
Kiprah Rukiah di dunia literasi itu, diceritakan oleh Giovanni Dessy Austriningrum dalam diskusi tentang Siti Rukiah Kertapati, Sastrawati Era Kemerdekaan, di Yogyakarta pertengahan November.
“Dia menjadi sosok perempuan yang sangat penting di gerakan literasi pada masa itu. Jarang sekali, apalagi penulis perempuan yang menceritakan tentang periode kemerdekaan sastra revolusi saat itu,” kata Giovanni, peneliti isu perempuan yang terlibat dalam penelitian tentang 10 penulis perempuan Indonesia yang telah meninggal dan hilang dalam sejarah Indonesia.
Giovanni mengatakan bahwa kehidupan Rukiah sangat dinamis dan melewati beberapa masa. Lahir pada masa penjajahan Belanda, mengalami masa pendudukan Jepang, dan melalui masa-masa revolusi kemerdekaan serta kejadian setelahnya seperti tragedi 1965 dan masa Orde Baru.
“Perjalanan hidupnya, prosesnya berkarya, dan perkembangan pemikirannya tidaklah stagnan,” kata Giovanni kepada wartawan di Yogyakarta, Yaya Ulya, untuk BBC News Indonesia.
Sastrawati yang Berjasa di Era Kemerdekaan
Penelitian Giovanni menemukan bahwa pada usia 18 tahun, Rukiah telah menjadi seorang pengajar di Sekolah Gadis Purwakarta. Dan pada masa perang kemerdekaan, Rukiah ikut terlibat di Palang Merah Indonesia (PMI). Siti Rukiah juga terlibat dalam berbagai aktivitas perjuangan perempuan dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan, tetapi aktivitas yang dilaluinya ada dalam ruang-lingkup dunia literasi.
Dalam ruang-lingkup itu pula, Rukiah menemukan sosok lelaki yang pada akhirnya namanya dia sematkan di belakang nama Rukiah, menjadi Siti Rukiah Kertapati. Namun di tengah banyaknya karya ini, namanya langsung hilang setelah 1965.
Dosen Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma, Yerry Wirawan, mengatakan nama Rukiah Kertapati memang sengaja dihilangkan dalam sejarah perempuan dan sejarah sastra Indonesia modern. “Karena dia anggota Lekra”. Menurut Yerry, waktu itu HB Jassin memuji Rukiah sebagai sastrawan perempuan. Namun karena menjadi anggota Lekra, namanya dihapus dalam buku antologi sastra Indonesia karya Jassin.
Rukiah menjadi perempuan muda yang mampu menjadi penggerak literasi waktu itu. Ia juga menjadi perempuan pertama yang bukunya memenangi hadiah Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN). Selain itu, Rukiah juga menjadi perempuan kedua yang menulis dan menerbitkan karyanya, setelah istri Husein Djajadiningrat.
Yerry juga mengatakan Rukiah merupakan penggerak sastra anak yang waktu itu masih sangat sedikit. “Ini penting karena menjadi penulis dan sampai menerbitkan karyanya bukan hal mudah pada masa itu bagi perempuan. Apalagi Rukiah bukan berasal dari keluarga ternama,” katanya.
Menurut Yerry generasi sekarang, khususnya penggerak literasi harus mengetahui peran Rukiah pada masa itu agar generasi muda sekarang bisa mendapatkan referensi tentang gerakan perempuan Indonesia pada masa awal berdirinya Indonesia.
Wah para milenial harus banget nih membakar semangat dalam berliterasi, sesudah tahu dan faham tokoh-tokoh yang bisa diambil sebagai panutan dalam berselancar di dunia literasi itu sendiri. Salah satunya sosok diatas tadi, Iya Siti Rukiah Kertapati.
***
Referensi : https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46224526
Penulis : Nadhifah Azhar
Ilustrator : Ni’mal Maula
Comments