Masa perkuliahan adalah masa-masa yang penuh dinamika. Menjadi mahasiswa kita dituntut untuk bertanggung jawab pada diri sendiri. Kita harus bisa membagi waktu buat belajar, aktif di luar kampus atau berorganisasi, mengerjakan tugas, bermain bersama teman-teman, quality time bersama keluarga, dan jikalau mempunyai pasangan harus bisa membagi waktu dengannya. Tapi pernah nggak sih temen-temen pacaran dengan seorang aktivis?
Mungkin sebagian orang khususnya perempuan akan berpikir dua kali ketika ditanya “mau nggak punya pacar aktivis?”. Kebanyakan orang beranggapan bahwa seorang aktivis nggak akan punya waktu untuk ngurusin pacar karena sibuk dengan organisasinya, sibuk mengikuti perkembangan isu terkini, berdiskusi, dan berbagai aktivitas lain demi eksistensi organisasinya.
Padahal, di samping hal di atas, mengemban predikat sebagai aktivis bukan berarti mengabaikan romantisme masa muda. Ideologi perjuangan yang dipupuk tidak berarti menafikan indahnya masa muda. Maka dari itu inilah suka duka pacaran sama aktivis:
1. Dia adalah teman berbicara yang asik
Hubungan kalian nggak akan monoton dan akan lebih menarik dengan mendiskusikan banyak hal, mulai dari urusan romansa sampai dengan urusan negara, dari basa-basi sampai dengan teori konspirasi, dari urusan pribadi sampai organisasi, dll. Ngobrol bersamanya berjam-jam akan merasa selalu kurang bersamanya.
2. Pacaran cerdas, memupuk kehangatan dengan berdiskusi
“Kamu lagi apa, udah makan belum”. Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat sangat basa-basi itu tidak akan terulang setiap jam kalau kekasihmu seorang aktivis. Tapi jangan kaget jika dia tiba-tiba bertanya “menurut kamu keadilan itu seperti apa?, apa yang harus kita berantas dulu nih antara kemiskinan, keadilan, apa kesehatan?”. Kita akan dibuat berdiskusi dan saling bertukar pendapat dengan topik yang bermanfaat. Disinilah kita akan mendapatkan keintiman dan keromantisan pacaran ala-ala aktivis.
3. Terlihat cuek, tapi sekalinya ketemu ia akan sangat romantis
Dengan kesibukan yang menyita banyak waktu dan energi, ia pun jarang membagi kabar setiap harinya. Kalau kita tidak kerasan jangan sampai mengambil keputusan yang cepat untuk segera meninggalkannya, tapi, bertahanlah! Di balik sikapnya yang jarang peduli, sesungguhnya ia menyimpan rasa rindu yang tak terbendung.
Sayangnya rasa rindu yang ia miliki berbenturan dengan agenda perjuangan demi menyuarakan suara-suara yang tak tersuarakan. Alhasil saat ada kesempatan untuk bertemu, ia akan memperlakukanmu dengan istimewa dan romantis.
4. Banyak pengagum, namun dia tetap setia bersamamu
Hal yang lumrah kalau seorang aktivis itu mempunyai seorang fans. Sewaktu-waktu dia akan dimintai foto bareng, fotonya akan diunggah di instastory ataupun feed instagram si penggemar. Sebagai pasangannya kita dituntut untuk tidak cemburuan dengan hal tersebut karena kita tidak bisa melarang hal itu. Tapi dia pun sadar bahwa dia memiliki kekasih, jadi jangan khawatir kalau menemukan hal seperti itu. Karena di dalam dirinya itu cuma kamu kok hehe.
5. Buat laki-laki, perempuan aktivis itu mandiri, independen, dan keibuan
Bagi kamu perempuan aktivis, kamu memiliki daya tarik tersendiri. Di mata laki-laki, seorang aktivis perempuan itu mempunyai karakter humanis yang tinggi, memiliki semangat juang menyuarakan hak-hak kaum minoritas yang luar biasa, sehingga mereka tidak memiliki waktu untuk curi-curi manja perhatian lawan jenis.
6. Perempuan aktivis adalah calon ibu dan guru yang tepat untuk buah hati kelak
Pengalaman seorang aktivis akan menjadi cerita yang menarik untuk diceritakan kepada buah hati kelak. Pelajaran tentang nilai dan moral untuk memperjuangkan suara minoritas, pasti akan turut diajarkan kepada anak-anak kalian nantinya. Jadi, berbangga lah jika kekasihmu seorang aktivis yang kritis nan humanis. Suara kaum minoritas saja ia perjuangkan, apalagi suara hatimu untuk dihalalkan, xixixi.
7. Sering dibuat khawatir
Selalu ada momen dimana seorang aktivis harus rela meninggalkan jam perkuliahannya dikarenakan urusan yang sangat mendesak. Kalau bolosnya tiga kali sih masih bisa ikut ujian. Kalau lebih dari tiga kali? Ntar kalau nggak lulus matkul gimana? Pertanyaan-pertanyaan itu menghantui setiap kali dia bilang berhalangan kuliah. Kita hanya perlu mengingatkan risikonya. Kalau dia tetap mau lanjut, ya itu bukan tanggung jawab kita. Dia sudah tau konsekuensinya juga kok.
Tak perlu takut berpacaran dengan aktivis, hanya perlu sedikit saja menambah porsi saling mengerti dan percaya, setelah itu, hal–hal baru yang mengagumkan akan kamu dapatkan. Hanya butuh saling mengerti dan komunikasi. Mungkin jika kita bukan seorang organisatoris, akan sulit ketika dituntut untuk mengerti segala kesibukannya di organisasi yang membuat kita menjadi pacar kesekiannya setelah organisasi-organisasi yang digelutinya. Tapi jangan khawatir, karena selalu ada waktu untuk cinta.
Penyunting: Halimah
Sumber gambar: IDN Times
Comments