Dear teman-teman mahasiswa,
Apa kabar hari ini? Sudah kerasan dengan pandemi? Maksudku, sudah nggak masalah lagi bukan dengan sistem belajar online yang boros kuota dan banyak tugas? Aku paham, pandemi yang bawa dampak bejibun ini juga bikin kepala kalian keliyengan. Sebab sebagai job seeker, kepalaku juga puyeng.
Aku juga mengerti betul gimana nggathelinya dosen yang suka kasih tugas seenak jidat padahal jarang ngisi materi yang setidaknya dikit aja nggak apa buat sekadar formalitas (huek!). Jumlahnya nggak bertambah banyak bukan selepas pandemi ini? Tau aku kalau jadi kalian itu (agak) berat.
Tapi bagaimana pun, pandemi sudah anniversary satu tahun. Sebagai manusia yang ngotak dan berakal, sudah seharusnya kita juga bergerak menyesuaikan keadaan. Hidup berdampingan macam new normal saat ini. Sudah bukan saatnya lagi menjadikan pandemi sebagai kambing hitam untuk semua masalah. Bertahanlah dengan keadaan sekarang, dan tetap menjadi dirimu yang kau citakan.
Teman, tahukah kamu kenapa kubuat surat ini?
Tiada alasan lain, kutulis semua ini untukmu sebab sebegitu sayangnya aku padamu. Pada masa-masa menjadi mahasiswa, pemuda yang masih tinggi idealisnya dan bebas melakukan banyak hal. Masa di mana kamu bisa sibuk berdiskusi penuh gairah untuk sesuatu yang mungkin sebenarnya juga nggak begitu penting untukmu secara personal. Jika aku ditanya momen menyenangkan sepanjang hidup, menjadi mahasiswa adalah salah satunya.
Sebab itu teman, sebagai manusia yang sudah lebih dulu berjalan selangkah di depanmu sedikit, sekali lagi ijinkan aku meruwat surat ini sampai selesai. Dengarkan lah, baca dalam diam.
Setahun pandemi, setahun juga bagi kami melepas status mahasiswa secara resmi. Kelulusan kami disambut wabah yang naudzubillah bikin cemasnya. Banyak sektor terpengaruh, termasuk lapangan pekerjaan untuk kami yang newbie. Jengah bukan main rasanya. Jika bisa kembali pada masa lalu, kami lebih memilih menjadi mahasiswa dan mempersiapkan ulang masa ini agar menjadi lebih kuat.
IPK dan Realita
Untukmu yang masih belajar di tengah pandemi, nggak perlu terlalu ngoyo kejar IPK. Bukan berarti aku memintamu mengabaikan nilai, tapi berusahalah sebisa dirimu berusaha. Saat ini kamu seorang ‘maha’, bukan cuma siswa. Sudah seharusnya kamu melihat IPK secara lebih luas. Menjadi tanggung jawabmu secara personal sebagai bentuk keseriusan belajar, juga bekal masuk dunia selanjutnya.
Well, realistis saja. IPK nggak bikin kamu auto mendapat pekerjaan tapi melamar kerja butuh IPK sebagai standar kualifikasinya. Bukankah lebih baik segera menyelesaikan studi dan mewujudkan mimpimu selepasnya? Yah, kecuali harapanmu adalah menjadi donatur tetap kampus, aku yang sedang menjadi job seeker ini nggak bisa memaksanya.
Mulailah bagi fokusmu untuk hal yang sama pentingnya dengan IPK. Gabung organisasi, komunitas, kelas, atau wadah apapun yang bikin kamu punya skill. Sekalipun dirimu merasa sudah punya, jangan jumawa dulu. Perdalam, asah lebih tajam lagi, aplikasikan dan mulai bikin sejarahmu dari sana. Nggak ada salahnya jika kamu perbanyak kemampuan. Di dunia yang serba instan ini, manusia dituntut multi-tasking.
Nanti, setelah kamu lulus kelak, kamu akan sadar pelajaran hidup justru lebih banyak kamu temui di luar kelas. Untuk itu, perluas wilayah tongkronganmu sebagai tempat belajar. Memahami orang dengan berbagai karakter, tau cara merajut komunikasi dengan banyak pihak yang beragam latar belakangnya, juga menambah relasi. Bisa jadi suatu saat, dari temanmu lah dirimu menemukan sumber jalan hidupmu yang lain, yang bahkan nggak pernah kamu kira.
Latihan itu bisa dimulai sebelum benar-benar terjun ke dalam dunia kerja. Kamu nggak ingin bukan cuma bertahan sebulan dua bulan bekerja karena nggak bisa beradaptasi dengan lingkungannya? Mumpung belum terlambat, bertemanlah dengan siapa saja. Jangan terlalu menutup diri.
Aku tau sebagian dari kalian ada yang nggak punya waktu luang untuk berorganisasi. Mesti kerja untuk membayar kuliah sendiri, misalnya. Nggak apa, selagi kamu bekerja untuk kebaikan dirimu, hal itu bisa menjadi bekal ke depan juga. Bertahanlah di sana sampai kamu menemukan pegangan yang lebih layak.
Jalan tiap manusia berbeda. Meskipun sama-sama menyandang gelar mahasiswa, alasan juga tujuan kita pasti berbeda. Apapun itu, akan menjadi lebih baik jika kita menghargai proses. Apapun yang kita lakukan sekarang, niatkan hanya untuk kebaikan diri sendiri juga menebar manfaat orang sekitar.
Yang lebih penting, sesibuk apa pun kalian menjadi mahasiswa, nikmatilah saat ini. Nikmati pusing, lelah, senang, bosan, cemas, dan apapun yang kamu rasakan. Itulah proses yang suatu saat akan menjadi kenangan juga kamu rindukan. Terlebih, waktu nggak akan pernah berjalan mundur, kecuali doraemon ada di dunia nyata.
Salam hangat dari seorang job seeker,
Semoga senantiasa kuat menjadi hidup yang akan semakin berat.
Comments