Saat ini saya sedang mempelajari dan menerapkan sustainable living atau gaya hidup berkelanjutan. Walaupun masih awam dan belum sepenuhnya dipraktekan secara langsung. Namun, saya sudah mencoba beberapa hal untuk memulai hidup sustainable living dan tentu ini belum ada apa-apanya dengan orang-orang yang lebih dulu menerapkan sustainable living

Kita sebagai generasi saat ini punya tanggung jawab besar terhadap keberlangsungan lingkungan. Apakah generasi di bawah kita akan merasakan lingkungan yang sehat dan aman, atau kita adalah biang kerok dari rusaknya alam sehingga generasi dibawah kita menjadi imbasnya.

Setidaknya ada empat barang yang saya berhenti membelinya, mengingat bahwa barang tersebut sangat berdampak besar bagi lingkungan. 

Pertama, penggunaan pembalut sekali pakai menggantinya dengan reusable menspad

Sudah beberapa bulan ini saya berhenti membeli pembalut sekali pakai dengan beralih ke reusable menspad atau pembalut kain yang bisa dipakai berulang. Ada dua alasan yang saya pertimbangkan mengapa saya memilih untuk memakai reusable menspad yaitu karena alasan kesehatan dan dampak lingkungan.

Pengalaman menstruasi bagi sebagian perempuan pasti ada yang mengalami ketidak cocokan dengan merk-merk pembalut sekali pakai. Efeknya, seringkali miss V iritasi sehingga merasa tidak nyaman. Bagaimana tidak mungkin menyebabkan iritasi pada miss V, bahan-bahan yang terkandung dalam pembalut sekali pakai ternyata berbahaya bagi kesehatan miss V.

Pembalut sekali pakai tidak terbuat dari 100% kain katun melainkan cellulose gel dan plastik sehingga mengandung berbagai macam bahan kimia seperti zat klorin, zat dioxin, pestisida, dan zat kimia lainnya. Padahal kita tahu bahwa miss V adalah bagian yang sangat sensitif di tubuh perempuan.

Kedua, sejak satu bulan yang lalu saya meyakinkan diri saya untuk berhenti membeli tisu untuk sekedar mengelap wajah, atau barang-barang yang kotor.

Setelah melihat postingan salah satu praktisi lingkungan yang mengatakan bahwa satu pack tisu membutuhkan satu pohon besar. Jadi ketika dalam satu bulan kita menghabiskan satu pack tisu, maka dalam satu tahun sama dengan dua belas  pack tisu. Artinya dalam satu tahun perusahaan tisu perlu menebang dua belas pohon yang berusia 6 tahun.

Setelah saya ketahui lebih lanjut, ternyata tisu yang beredar tidak ramah lingkungan, karena tisu sulit untuk diuraikan di tanah. Walaupun kita tahu bahwa tisu terbuat dari kayu yang dianggap akan mudah terurai di tanah. Nyatanya, tisu juga terdiri dari bahan yang bersifat anorganik yaitu tidak bisa diuraikan oleh tanah dalam waktu yang cepat.

Dengan begitu, saya mengganti kebutuhan tisu dengan sapu tangan yang bisa dicuci dan dipakai berulang. Walaupun ini memang membutuhkan tenaga dan waktu karena perlu mencuci lalu dijemur. Tapi apa boleh buat, saya harus bertanggungjawab dari apa yang kita pakai bukan?

Ketiga, mengurangi kantong plastik sekali pakai setiap kali berbelanja di minimarket.

Sejak beberapa tahun kebelakang mini market tidak lagi menggratiskan plastik sebagai kantong belanja. Walaupun, sejauh pengamatan saya sampai saat ini tidak semua minimarket ataupun supermarket besar menerapkan untuk peniadaan kantong plastik.

Sebagai gantinya, setiap konsumen yang ingin memakai kantung plastik akan dikenakan biaya dua ratus perak. Tapi, saya rasa walaupun kantong plastik sudah berbayar, masih banyak konsumen yang membeli kantung plastik yang disediakan karena menganggap “Cuma dua ratus perak”, dan semua plastik yang telah digunakan selalu berakhir di tempat sampah, menumpuk di halaman rumah yang terkubur bersama tanah, atau di lautan lalu dimakan oleh hewan laut.

Keempat, membeli air kemasan botol ataupun gelas menggantinya dengan tumbler air minum yang bisa diisi ulang.

Saat beraktivitas di luar ruangan, saya selalu mengusahakan untuk selalu membawa tumbler. Hal ini untuk meminimalisir membeli air minum dalam kemasan botol. Tentu sudah kita ketahui bahwa botol sekali pakai yang berbahan plastik akan sulit terurai didalam tanah. Air minum kemasan botol sekali pakai akan menjadi masalah lingkungan dan solusinya adalah dari diri kita sendiri untuk berkomitmen berhenti membeli air minum kemasan. 

Membeli tumbler yang bisa dipakai berkali-kali tentu akan lebih hemat dibandingkan membeli air minum kemasan. Bahkan saya memiliki tumbler yang sudah saya gunakan sejak delapan tahun yang lalu. Saya tidak perlu mengeluarkan uang yang banyak hanya untuk air minum di setiap aktivitas.

Jadi, bagaimana dengan kamu? Apa yang sudah kamu lakukan untuk bumi yang lebih baik. 

Foto : wheelsforwishes.org

Editor : Saa