Generasi milenial susah menabung sepertinya ada faktanya juga. Banyak hal yang harus mereka pikirkan. Mulai dari biaya belanja online, kuota internet, biaya transportasi, berlangganan streaming film, traveling, dan lain sebagainya. Kali ini kita akan membahas penyebab generasi milenial sulit menyisihkan uang. Dibawah ini adalah beberapa tantangan yang dihadapi milenial.

Berbagai fasilitas belanja online yang aduhai

Fasilitas belanja semakin beraneka ragam. Terlebih jika kita gemar berbelanja online, kita akan dimanjakan oleh potongan harga produk di hari – hari tertentu atau bahkan bebas ongkos kirim. Belum lagi terselenggaranya Harbolnas (Hari Belanja Nasional) yang disediakan oleh berbagai market place, harga makin fantastis menggiurkan. Apabila tidak memiliki uangpun bukan masalah yang besar, sebab sistem pay later siap mengatasi masalah customer. Sistem COD (Cash On Delivery) juga tidak kalah flexible jika hanya punya uang cash sebagai pembayaran.

Iming – iming diskon berseliweran setiap hari di dunia maya. Berbagai iklan muncul di Youtube, Instagram, Facebook dan Google. Mereka menawarkan diskon besar yang mampu membuat beberapa calon pembeli kelabakan. Terlebih akun Instagram mampu membaca algoritma setiap user. Diamana Instagram mengetahui produk dan jasa apa saja yang disukai oleh user. Sehingga iklan di Instagram menawarkan produk atau jasa tersebut. Seolah – olah Instagram mampu memberi solusi bagi semua penggunanya.

Hati – hati promo dan diskon jebakan batman

Coba kita berpikir sejenak. Berapa banyak uang kita habiskan untuk berbelanja online atau offline? Jika itu kebutuhan pokok maka sah-sah saja. Namun lain hal bila kita membeli hanya karena jebakan diskon belaka. Calon pembeli sudah tidak mampu berpikir panjang apabila barang atau jasa yang sudah terdiskon habis terjual. Harga promo dan diskonan merupakan senjata andalan bagi produsen untuk memikat konsumen. Padahal setiap bulan bahkan setiap minggu sepertinya akan diadakan promo secara rutin.

Bahkan mungkin beberapa barang promo tersebut bukanlah barang yang sesungguhnya kita butuhkan. Tetapi karena potongan harga kita kalap mata membeli. Alih-alih terpakai, justru hanya sebagai pajangan saja dan tanpa berfungsi sebagaimana mestinya. Lalu  kita harus iklhas menjual dengan harga yamg rendah atau didonasikan, kemudian kemungkinan terburuk berakhir dipembuangan sampah.

Hura-hura di balut self reward

Self reward boleh saja dilakukan. Asal dengan cara yang bijak. Namun kebanyakan kasus, beberapa dari kita terjebak self reward yang sifatnya hura – hura. Memberi hadiah pada diri sendiri merupakan bentuk apresiasi yang perlu dilakukan. Tetapi kita perlu juga menyeimbangkan dengan situasi dan kondisi finansial setiap individu. Hindari menyamakan self reward kita dengan self reward orang lain. Karena setiap insan punya kemampuan finansial yang berbeda. Teramat peting untuk tidak memaksakan membeli suatu produk atau jasa dengan sistem pay later atas nama self reward. Ingat self reward adalah hadiah yang sifatnya bukan kebutuhan primer. Sebab kita masih bisa hidup tanpa melakukan ritual self reward yang menghabiskan banyak dana. Sebagai solusi pilihlah self reward yang ramah dikantong. Agar tidak ada beban dikemudian hari.

Kurang sadarnya dana darurat

Muda,energik dan kreatif tentu menjadi ciri khas generasi milenial. Sebab umur mereka berada pada masa produktif dan di dukung dengan canggihnya teknology. Sehingga pada usia tersebut tidak heran jika diantara mereka sudah mandiri secara finansial. Akan tetapi beberapa diantaranya atau bahkan kebanyakan dari mereka belum sadar pentingnya menyiapkan dana darurat. Jangankan untuk menyimpan dana darurat, kebutuhan pokok mereka saja masih kurang. Mengapa demikian? Karena tagihan yang berkelanjutan penyebabnya.

Contoh kecil, untuk sekedar melepas penat atau mengisi me time menonton serial film, movie, atau dokumenter saja generasi ini harus membayar layanan berlangganan streaming. Belum cicilan lainnya seperti alat transportasi sebagai penunjang mobilitas generasi milenial. Bagaimana tidak tumbuh hasrat mencicil barang, kalau dealer motor dan mobil semakin memperingan biaya Down Paymentnya? Bayangkan hanya dengan uang Rp.500.000 kita sudah bisa membawa pulang satu unit motor baru. Padahal jika di kalkulasi harga motor kredit justru lebih mahal.

Maka berhati – hati sebelum mengambil keputusan adalah langkah awal agar terhidar dari jebakan yang sama. Sebenarnya cukup sederhana, agar milenial memiliki dana darurat atau tabungan, yakni jangan memaksa sesuatu yang seharusnya belum mampu untuk di dapatkan. Kalau tidak ada budget pas jangan buka market place lalu memilih pay later. Jika uang hanya cukup membeli motor bekas atau second jangan memaksa kredit motor baru. Apabila dana self reward belum ada, tunda dahulu self rewardnya. Bagaimana cukup mudah bukan?

Editor: Nawa

Gambar: kompas.com