Belum lama ini Dinas Perhubungan DKI Jakarta melalui UP Perparkiran menyusun aturan baru mengenai tarif parkir di Jakarta. Tarif yang dipatok tidak tanggung-tanggung, mencapai Rp 60 ribu per jam. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kasubag Tata Usaha UP Perparkiran Dishub DKI Jakarta, Dhani Grahutama dalam acara FGD Tarif Layanan Parkir dan Biaya Parkir Jakarta, Rabu (16/6).

Namun, besaran tarif tersebut khusus berlaku di lokasi layanan parkir onstreet dan offstreet milik Pemda DKI Jakarta, serta diperuntukkan bagi mobil yang parkir di Koridor KKP (Kawasan Pengendali Parkir) Golongan A dan B. Jadi, untuk kita pengendara Honda Beat dan Yamaha Mio yang biasa terparkir di Indomaret tidak perlu merasa khawatir, ya.

Sebagai orang yang tinggal dan mencari rupiah di ibukota, saya kerap kali mengikuti perkembangan berbagai isu di Jakarta. Ya, supaya tidak ketinggalan informasi dan sedikit mengkritisi tak apa bukan? Meski saya tahu betul, suara rakyat kecil seperti saya jarang sekali didengarkan. Lah wong saya bukan penyanyi. Haha.

Tujuan Tarif Parkir Naik?

Lantas apa tujuan dari kenaikan tarif tersebut? Ini menarik untuk dibahas. Seperti dilansir Tempo.co, Ketua Asosiasi Pengelola Parkir Indonesia (Asperarindo) mengungkapkan, penerapan tarif parkir tertinggi di Jakarta dinilai bisa mendorong pengendara untuk beralih menggunakan transportasi umum sehingga mengurai kemacetan di jalanan.

Baik, kita anggap ini sebagai solusi. Namun, apa bisa menyelesaikan masalah tanpa masalah? Kalau Pegadaian sih mungkin bisa.

Lagi-lagi menurut pandangan saya yang kebetulan rajin menggunakan transportasi umum lima tahun belakangan, hal ini cukup membikin galau dan menurunkan selera makan. Bagaimana tidak, sebelum kebijakan ini diberlakukan saja, para penumpang transportasi umum sudah terbiasa menumpuk dan rela berdesakan demi sampai ke tempat kerja dan tujuan lainnya. Belum lagi selama pandemi, semua transportasi umum membatasi bangku penumpang dengan memberi jarak satu bangku.

Bangku boleh saja berjarak, tetapi kalau kamu langganan setia naik transjakarta atau KRL tentulah berjubelnya penumpang sudah menjadi pemandangan sehari-hari yang cukup menjengkelkan. Sudahlah berdesakan, tak jarang kita mesti menghadapi drama-drama lain saat di perjalanan. Beragam contohnya; penumpang ngumpul di pintu, menelpon terlalu keras, menaruh tas di kursi, si tukang makan, dan public display of affection.

Jadi, saran saya, coba cari alasan lain yang lebih tepat untuk aturan kenaikan tarif parkir tersebut. Misalnya, untuk kesejahteraan petugas parkir atau menyejahterakan petugas dishub?

Editor: Nirwansyah

Ilustrasi: Radar Solo