Sebuah buku berjudul The Power of Kepepet karya Jaya Setiabudi pernah mengulas tentang bagaimana seorang pengusaha bisa sukses. “97 % orang termotivasi karena kepepet, bukan karena iming-iming,” begitu kutipan yang bisa saya ambil dari buku tersebut.

Hasil dari kepepet malah dapat bonus

Dalam buku tersebut juga dicontohkan bagaimana seorang salesman bisa mendapatkan bonus karena telah mencapai target yang diberikan atasannya. Sales tersebut diberikan iming-iming. Jika pekerjaan yang dilakukan bisa mencapai target, maka akan diberi bonus jalan-jalan ke luar negeri. Semangatnya hanya bertahan beberapa saat saja karena sebuah iming-iming. Tapi, ketika sales tersebut diberi target yang disertai sangsi pemecatan apabila target tidak tercapai, maka sales tersebut tentu saja akan bekerja lebih keras lagi.

Nah, dari penjabaran kasus-kasus yang ada di dalam buku tersebut, saya jadi sadar bahwa seorang deadliners, terutama seorang mahasiswa yang tentu saja kodratnya memiliki banyak tugas, mungkin juga punya motivasi yang sama dengan kasus yang ada dalam The Power of Kepepet. Mahasiswa deadliners akan terus menunda pengerjaan tugas-tugasnya sebelum batas waktu pengumpulan tinggal sedikit.

Mungkin sebagian dari mereka punya semangat menggebu ketika sang dosen memberikan iming-iming nilai tinggi jika tugas bisa diselesaikan dengan baik. Betul, mereka memang memiliki semangat menggebu, persis seperti kasus dalam buku, hanya sesaat. Sangat benar bahwa iming-iming nilai seperti itu tidak bisa menggetarkan jiwa-jiwa mahasiswa rebahan. Semangat mereka baru akan muncul ketika batas waktu pengumpulan tinggal beberapa jam atau bahkan tinggal beberapa menit.

Tradisi deadliners budaya tidak baik untuk mahasiswa

Meskipun The Power of Kepepet bisa digunakan untuk memotivasi para pengusaha, kekuatan tersebut kurang baik jika diterapkan oleh mahasiswa. Selain karena sesuatu yang dikerjakan dengan tergesa-gesa itu kurang baik, juga karena nantinya mahasiswa jadi terbiasa menerapkan SKS(Sistem Kebut Semalam). Tentu saja hal tersebut tidak baik untuk kesehatan.

Semuanya kembali pada kesibukan masing-masing mahasiswa. Kalau ternyata mereka memutuskan untuk menjadi deadliners karena waktu yang ada sudah tersita oleh aktivitas part time, magang, ataupun organisasi, mungkin masih bisa dimaklumi.

Tapi jika menunda pengerjaan tugas karena sibuk bermain, rebahan, dan melakukan berbagai aktivitas yang kurang bermanfaat, kebiasaan tersebut perlu diubah mulai sekarang. Perlu diingat juga bahwa sesibuk apapun aktivitas kita, tetap diperlukan yang namanya skala prioritas. Kalau sudah memutuskan untuk kuliah sambil kerja sampingan, harus pandai-pandai memanajemen waktu. Yang terpenting juga, tetap jaga kesehatan, ya!

Editor: Nawa

Gambar: cermati.com