Pernahkah Anda memakai jasa joki tugas?

Tak terasa ya,sudah lebih dari satu tahun kita sebagai mahasiswa di Indonesia mengikuti pembelajaran jarak jauh. Tentunya banyak sekali kendala yang dihadapi, salah satunya adalah tugas yang menumpuk. Apalagi sejak pembelajaran jarak jauh ini, tugas semakin bertambah daripada saat kita melakukan pembelajaran langsung.

Hal ini membuat mahasiswa merasa kewalahan dan tidak bisa membagi waktu untuk mengerjakan tugasnya. Sehingga,mahasiswa terpaksa harus mengambil cara lain untuk menyelesaikan tugasnya, yaitu dengan cara joki tugas kepada orang lain. Lalu apakah solusi ini tepat bagi para mahasiswa?

Memakai jasa joki tugas orang lain sudah marak dan bahkan menjadi tren selama proses belajar mengajar secara daring ini. Keadaan yang memprihatinkan ini menjadi kultur dan ancaman bagi pendidikan Indonesia. Mereka melimpahkan tanggung jawabnya kepada orang lain. Maraknya tren ini dianggap menjadi solusi terbaik bagi mereka yang biasanya kesulitan mengerjakan tugas dan sangat sibuk terhadap organisasi, UKM, dan perlombaan.

Walaupun memang tidak semua mahasiswa menggunakannya, tetapi memang cukup banyak dan sering saya jumpai teman-teman saya memanfaatkan jasa ini untuk menyelesaikan tugas yang didapat dari dosen. Untuk memakai jasa ini,mereka harus membayar sejumlah uang sesuai dengan pesanan mereka. Pesanan yang dimaksud disini adalah jenis tugas yang akan dikerjakan dan tingkat kesulitannya seperti, laporan, essay, power point, jurnal, jasa tulis, bahkan skripsi sekalipun.

Harga yang mereka bandrol juga berbeda-beda,salah satu contohnya adalah ‘Essay start from 25k,termasuk plagiarism check dan revisi 1x’. Pernyataan tersebut sering sekali muncul di berbagai media sosial. Jasa ini tidak segan-segan mengampanyekan diri,bahkan muncul dalam endorsement. Masih banyak pula mahasiswa khususnya teman-teman saya yang menormalisasi jasa joki tugas ini dengan alasan melancarkan studinya.

Saat ini,jasa joki tugas sering saya jumpai karena memang banyak dari teman-teman saya sendiri memakai jasa ini untuk menyelesaikan tugasnya. Mereka menganggap bahwa jasa joki ini adalah satu-satunya solusi untuk meringankan beban mereka dalam menyelesaikan tugas. Selain tugas tersebut selesai,waktu yang mereka miliki juga tidak terbuang banyak dan masih bisa digunakan untuk melakukan aktivitas atau hal-hal yang lain.

Banyak yang menormalisasi dan mendukung adanya tren ini karena merasa terbantu. Salah satu pendapat dari teman saya yang menyetujui hal ini bilang bahwa “Sah-sah aja sebenernya,asal kedua belah pihak setuju,dan selama ada fee nya juga kita dapat hasilnya. Lagipula tidak ada pihak yang dirugikan”. Alasan tersebut juga sama halnya dengan pendapat teman-teman saya yang lain. Simbiosis mutualisme menjadi kunci dan alasan utama dalam pemakaian joki ini. Bahkan beberapa mahasiswa mampu menghabiskan uangnya berjuta-juta hanya untuk jasa ini. Meski mereka tahu faktanya bahwa,oknum perjokian ini ilegal dan termasuk pelanggaran.

Sesuatu yang mudah, menarik, instan, serta dianggap wajar oleh banyak orang, belum tentu hal yang benar. Banyak sekali efek buruk yang terjadi apabila seorang mahasiswa terus memakai jasa ini. Mahasiswa akan menjadi ketagihan karena hasil instan yang didapat dengan melimpahkan tanggung jawabnya ke orang lain. Hal tersebut sungguh tidak etis dan membentuk kecenderungan menghindar dari masalah dan konsekuensi.

Belum lagi jika ketahuan oleh pihak kampus,akan fatal akibatnya. Kita bisa mendapat skorsing,pengurangan nilai,tidak lulusnya mata kuliah,hingga bisa saja dikeluarkan dari kampus.

Seandainya tidak ketahuan saat ini, bisa saja nantinya berimbas di masa depan. Saat kita mulai memasuki dunia kerja, bisa saja nantinya informasi tentang pemakaian  jasa joki bocor atau kita tidak paham bagaimana cara mengaplikasikan ilmu yang didapat saat kuliah pada dunia kerja. Sehingga, hal tersebut dapat mencoreng nama baik diri sendiri dan menghambat kesempatan yang harusnya ada didepan mata menjadi sia-sia karena adanya informasi tersebut.

Tren jasa joki tugas ini selalu mengganggu pikiran saya. Karena saya sendiri sebagai seorang mahasiswa mengaku kewalahan dengan tugas-tugas yang diberikan. Jika satu tugas selesai,pasti akan berdatangan lagi tugas lainnya. Belum lagi, jika saya nantinya mendapat tugas dari organisasi dan mengikuti UKM di kampus. Pastinya tugas akan berantakan dan menyelesaikannya dengan terburu-buru. Walaupun disatu sisi saya merasa lelah jika harus seperti ini terus menerus tetapi bagi saya,sekali tanggung jawab tetap tanggung jawab. Saya berpikir bahwa ini memang sebuah proses untuk membentuk diri saya menjadi pribadi yang lebih baik dengan menyerap ilmu melalui tugas dan menata waktu sebaik mungkin.

Pukat berlabuh,ikan tak dapat. Istilah tersebut sangat cocok disematkan bagi mahasiswa jaman sekarang. Saya merasa sangat prihatin kepada mahasiswa yang melakukan aksi ini. Mereka hanya tinggal menyerahkan uang yang mereka punya tanpa usaha apapun. Saya juga bertanya-tanya. Apakah mereka yakin melimpahkan tugasnya ke orang lain? Bukankah itu suatu hal sia-sia yang berdampak buruk ke masa depan?

Menurut saya,jasa ini sangat tidak dibenarkan dalam alasan apapun. Karena merupakan tindak penipuan yang tidak seharusnya ada didalam dunia akademik. Selain berdampak kepada masa depan mahasiswa itu sendiri,nantinya akan berdampak juga pada kualitas pendidikan Indonesia. Saat ini dibutuhkan kecenderungan mahasiswa untuk lebih inisiatif memahami materi yang disampaikan. Dibantu dengan tugas-tugas tersebut,membuat mahasiswa mengulas kembali dan paham akan materi yang disampaikan. Apalagi saat pandemi seperti ini,para dosen tidak bisa memantau gerak-gerik mahasiswanya diluar sana.         

Melihat tren ini marak di kalangan mahasiswa,sepertinya tren ini akan sulit dihilangkan. Namun hal tersebut bisa diatasi dengan pola pikir kita yang luas dan berpikir jangka panjang. Maka dari itu,kita sebagai mahasiswa harus selalu membiasakan perilaku jujur dan menerapkan mindset bahwa nilai bukan segalanya,tapi sebuah proses dan ilmu yang didapat akan menuntun kita menjadi orang yang berkualitas di masa depan.

Editor : Hiz

Foto : Pexels