Bulan Ramadan yang selalu dinantikan setiap tahun akhirnya kembali datang, tentunya bagi setiap insan yang diberikan kesehatan, kesempatan dan usia yang panjang. Semoga puasa Ramadan tahun 2023 ini menjadi ladang amal maksimal yang tak boleh disia-siakan hingga hari raya Idul Fitri nanti menjelang, Aamiin.
Alhamdulillah puasa tahun ini kita sudah resmi terbebas. Tentunya bukan terbebas tuntas dari ancaman virus corona, melainkan terbebas dari kebijakan sholat tarawih berjarak, buka puasa virtual hingga terbebas dari pelarangan mudik ke kampung halaman. Secara sosial ekonomi hampir 100 persen keadaan di negeri ini kembali normal sama seperti saat sebelum pandemi.
Puasa Ramadan tentunya bukanlah perkara enteng, perlu persiapan badaniyah (fisik) yang kuat, persiapan aqliyah (ilmu) yang lekat, persiapan maaliyah (harta) yang erat dan persiapan ruhiyah (iman) yang hebat. Semua ini diperlukan demi mencapai esensi utama puasa. Bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus, hasrat seksual di siang hari atau menahan impulsive buying diluar nalar yang bikin kantong kering dan kepala pusing.
Esensi utama puasa terletak bagaimana menjadikan kita pribadi-pribadi baru yang mampu mengikis habis bad habits saat diluar ramadan dan berlanjut hingga 11 bulan kemudian. Nah, tanpa memperpanjang kalam, saya berikut merupakan 4 esensi keutamaan puasa Ramadan sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an Surah Al-baqarah ayat 183-186.
1. Bertakwa (Tattaqun)
Saya yakin semuanya sudah tau ayat langganan ini bukan? yap, benar sekali. Surah Al-Baqarah ayat 183 yang berisi tentang kewajiban berpuasa. “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
Ayat ini selalu dibacakan imam saat shalat berjama’ah. Namun anehnya tidak sedikit pula kaum muslimin yang tidak melaksanakan perintah ‘rukun islam ke-4’ ini. Disiang hari contohnya, bagaimana sesosok yang hanya kelihatan kakinya sedang berada dalam rumah makan. Belum lagi taktik buka puasa silent alias tempus (tembak puasa). Ini menjadi pemandangan lazim yang haram dilazimkan saat ramadan.
Sekarang, kenapa dengan berpuasa berefek takwa? Pertama, berpuasa memaksa kita untuk tidak makan dan minum. Sehingga menekan syahwat dan hawa nafsu, dan hawa nafsu itu cenderung memerintahkan untuk berbuat buruk. Puasa lebih menjaga dan mencegah dari perbuatan maksiat. Kedua, puasa meningkatkan sensitivitas kepedulian sosial seperti berinfaq atau bersedekah takjil ke tetangga atau masjid-masjid. Secara sederhana perbuatan baik ini lebih mendekatkan kepada takwa. Ketiga, puasa mendorong kita untuk tidak berbuat buruk, minimal ia tak ingin puasanya batal, dan lain sebagainya.
2. Berilmu (Ta’lamun)
Puasa merupakan syahrul at-tarbiyyah atau dalam bahasa Indonesia disebut bulan pendidikan. Puasa mendidik kedisiplinan, dimulai dari disiplin makan dan minum. Tak ada satupun yang boleh makan dan minum sebelum adzan maghrib dikumandangkan. Kolak pisang halal tapi habis maghrib, RBT (risol, bakwan, tahu) halal tapi habis maghrib, istri sendiri juga halal tapi habis taraweh, habis taraweh woi biar legaan dikit, wkwkwk.
Puasa juga mendidik kita mampu mengelola diri dan mengendalikan emosi. Pasti tak ada satupun yang ingin kehilangan pahala puasanya gara-gara berdebat atau berkata-kata buruk kan? dengan berpuasa melatih diri dan hati untuk bersikap sabar dan ikhlas dalam menjalankannya. Puasa adalah bulan yang menyimpanan begitu banyak pendidikan di dalamnya. Pendidikan kesehatan, pendidikan empati sosial dan banyak pendidikan lainnya yang akhirnya bermuara pada satu perkara, yaitu menjadi insan yang bertakwa plus berilmu.
3. Bersyukur (Tasykurun)
Ramadan sungguh bulan yang penuh keistimewaan, semua status sosial ‘disamakan’. Mau miliarder atau konglomerat sekalipun wajib berpuasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, kecuali yang diberikan keringanan (rukhshah) tentunya. Puasa melatih kesyukuran, mari lihat bagaimana pedihnya merasakan lapar dan haus sehingga muncul rasa empati dan memahami apa yang dirasakan oleh saudara-saudara kita yang lain.
Ketika waktu berbuka datang semakin nikmat rasanya berbuka walaupun hanya dengan seteguk air, beberapa buah kurma dan sepotong roti. Ini menjadikan ramadan sebagai bulan kawah candradimuka yang melatih panca indra plus hati kita dalam bersyukur.
4. Cerdas dan Benar (Yarsyudun)
Yarsyudun berasal dari kata rasyid yang berarti cerdas dan benar. Puasa yang dikerjakan dengan ikhlas, baik dan benar akan berdampak bagi kepribadian orang yang mengerjakannya termasuk kecerdasan di dalamnya. Cerdas bukan hanya secara intelektual melainkan cerdas secara emosional, sosial dan tentunya cerdas secara spiritual.
Contohnya puasa menjadi alarm pengingat yang mampu menyadarkan dan meningkatkan simpati dan empati untuk berbagi terhadap sesama. Ini merupakan salah satu bentuk kecerdasan. Memberikan makanan untuk buka puasa, menahan dan mengendalikan emosi, tidak berkata-kata buruk, pengaplikasian kejujuran karena puasa merupakan ibadah tersembunyi (sirriyyah) yang hanya diketahui oleh Allah dan orang itu sendiri tentunya. Maka dari itu jelas puasa membimbing kita menjadi pribadi yang cerdas dan benar.
Semoga puasa 1444 H ini menjadikan kita orang-orang yang dapat menangkap esensi-esensi puasa sehingga menjadi insan yang bertakwa, berilmu, bersyukur dan tentunya cerdas. Wallahu a’lam.
Editor : Assalimi
Gambar : Pexels
Comments