Beberapa hari yang lalu, santer diperbincangkan di media sosial khususnya twitter mengenai privilege yang dimiliki beberapa orang sukses di Indonesia. Salah satunya adalah fakta bahwa ternyata Nadiem Makarim memiliki seorang ayah bernama Anwar Makarim yang sudah luar biasa dari sananya. Ayah Pak Nadiem ini kuliah di Harvard, dan bahkan lawyer sekelas Hotman Paris saja pernah bekerja di tempat ayahnya. Juga cerita latar belakang Maudy Ayunda, salah satu idolaku yang dulu sempat menghebohkan dunia maya mengenai dilemanya memilih antara Harvard atau Standford dalam melanjutkan jenjang S2, ternyata menghabiskan ratusan juta per tahun untuk pendidikannya.

Mengetahui fakta di atas jadi bikin aku mikir berulang kali sih, apa iya supaya sukses kita harus punya privilege?

Apa Itu ‘Privilege’?

Kalo di Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata privilege artinya hak istimewa. Hak istimewa ini sebenarnya bisa dalam beberapa bentuk sih, tapi lebih sering dikonotasikan sebagai hak istimewa karena seseorang lahir dari kalangan keluarga elit /kaya.

Kalo menurutku sendiri sih, privilege adalah sebuah anugerah dari Allah SWT. Termasuk terlahir dari keluarga yang berada artinya keluarganya dapat dengan mudah memenuhi kebutuhannya, termasuk memfasilitasi pendidikan, kebutuhan pergaulannya, ataupun akses dalam menyalurkan minat dan hobi.

Padahal sebenarnya kalau dipikir lagi, direnungi lagi, sekalipun kita tidak tergolong orang-orang seperti deskripsi di atas, Allah Swt sudah menyiapkan anugerah lain yang tidak kalah indah. Yaitu hati yang lebih tabah dan pundak yang lebih kuat buat berjuang lebih keras. Jadi mulai sekarang kalo masih suka merasa dunia ini ga adil, merasa dunia hanya milik orang dengan privilege, kurang-kurangin deh.

Karena Privilege Tanpa Usaha, Ya Sama Saja

Kalo ditelisik lagi, privilege yang dimiliki seseorang ya tidak serta merta membuat seseorang lantas sukses dengan instan. Tentunya perlu usaha juga untuk mencapai kesuksesan, sekecil apapun itu. Yang membedakan ya karena orang-orang dengan privilege ini punya early start daripada yang lainnya.

Contohnya nih, Maudy Ayunda yang nggak pernah berhenti membuatku kagum. Ketika mau masuk Hardvard/Standford ya tetap harus belajar. Toh bukannya untuk masuk universitas ternama tetap ada ujian masuknya? Bedanya ya, di fasilitas belajarnya yang mungkin lebih leluasa, nyaman dan bisa les sana sini.  Begitupun dengan Pak Nadiem. Ia bisa mengembangkan usaha Gojek-nya, hingga sekarang jadi Menteri ya pasti karena ilmu dan prestasi yang dia miliki.

Jadi, katakanlah sukses itu ibarat memasukkan bola basket ke dalam keranjang. Orang dengan privilage bisa lebih dekat jaraknya dengan ring basket. Tapi tanpa shooting, mereka ya tetap tidak bisa membuat bola itu masuk ke dalam keranjang. Sedangkan orang tanpa privilege yang mengandalkan do’a tulus seorang ibu, meskipun jaraknya lebih jauh dari ring, tetap ada kesempatan bukan? Tinggal sekarang bagaimana kita berusaha untuk menyiapkan shooting terbaik agar bola itu bisa masuk ke dalam keranjang.

Bukan Satu-Satunya Jalan Menuju Kesuksesan

Walaupun tidak bisa dipungkiri bahwa privilege ini menjadi salah satu jalan kesuksesan seseorang, ingat! Ini bukan jalan satu-satunya. Mulai sekarang justru kita perlu ubah mindset. Tidak perlu minder masalah privilege, karena tanpa usaha, ikhtiar dan tentunya do’a, kesuksesan tetap tidak bisa diraih. Jadi lebih baik kita bangkit dan terus berusaha, siapa tahu kelak kita bisa memberikan privilege pada generasi kita selanjutnya. Alangkah indahnya jika demikian.

Ada sedikit quotes yang semoga bisa memberikan energi positif untuk teman-teman sekalian.

“The only place where success comes before work is in the dictionary.” – Donald Kendall

Keep work hard, dear!