Hallo gaes. Tempo hari, pada tanggal 03 Desember 2018 masyarakat dunia memperingati Hari Disable International. Bertepatan dengan momen tersebut, milenialis berkesempatan sharing bersama Elyulie Khamidah yang akrab dipanggil Yuli, salah satu relawan Pusat Layanan Difable (PLD) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Berikut hasil wawancara milenialis.
Apa Bedanya Difable dengan Disable?
Difable merupakan singkatan dari “different” dan “able” atau dalam bahasa indonesia bisa diartikan dengan “berbeda kemampuan” atau bisa difahami sebagai orang yang mempunyai kemampuan berbeda dari rata-rata orang disekitarnya, khususnya dalam hal fisik. Misal, umumnya manusia melihat dengan mata. Bagi penyandang difable tunanetra, sebenarnya mereka juga melihat, tapi melihatnya dengan indra yang lainnya (berbeda) bukan mata, tangan misalnya.
Terus kalau disable, ada penjelasan menarik nih, “disable” berasal dari bahasa inggris yang berarti “nonaktif“ sedangkan “disabled” berarti “cacat”. Dari situ bisa difahami bahwa penyandang disable adalah orang yang salah satu organ atau indranya di nonaktifkan oleh Tuhan. Misal, dalam handphone kalau di mode pesawat jadinya kan “disable” paket datanya, kalau di mode normal ya “able”. J
adi ya manusia umumnya kan “able to see” kalau penyandang “disable” jadi nonaktif penglihatannya bukan berarti hilang atau benar-benar tidak bisa. Perlu diketahui juga bahwa disable telah diserap menjadi bahasa indonesia dengan istilah disabilitas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disabilitas berarti 1. Keadaan (seperti sakit atau cidera) yang merusak atau membatasi kemampuan mental dan fisik seseorang. 2. Keadaan tidak mampu melakukan hal-hal dengan cara yang biasa.
Kenapa di UIN Memakai Istilah Difable, bukan Disable?
“Sebenarnya itu hanya pemilihan kata saja. Kalau di barat lebih familier ‘disable’ karena memang asli bahasanya. Kalau ‘difable’ kan singkatan orang indonesia. Haha.” Jelasnya sambil tertawa. Selain itu, Yuli juga mengungkapkan alasan lain bahwa pemakaian istilah difable terdengar jauh lebih ramah bagi penyandangnya dan dari pemaparan sebelumnya, juga dapat diketahui bahwa dengan penggunaan “difable” tidak ada istilah mampu atau tidak mampu, cacat atau tidak cacat, hanya berbeda saja tapi bukan membedakan lho ya. Tolong dibedakan ya gaes.
Bagaimana Teknik Kerja Relawan PLD?
Berbeda-beda sesuai kebutuhan mahasiswa difable. Kalau tunarungu, biasanya butuh relawan tulis. Kalau tunanetra, biasanya butuh relawan baca atau hanya sekedar mencarikan buku ke perpustakaan karena ada yang sudah bisa baca dengan caranya sendiri. Kemudian ada banyak peran lainnya sesuai kebutuhan.
Pastinya, mahasiswa inklusi di UIN masih dalam skala mampu didik untuk mengikuti kuliah, jadi tidak akan membebani relawan untuk terus membersamai. Kewajiban relawan hanya sebatas membantu saat mengikuti proses kegiatan belajar mengajar di kelas, selainya merupakan sunnah. “Kalau aku sendiri, berperan sebagai relawan tulis bahasa Arab bagi mahasiswa tunarungu.” Ungkap Yuli.
Apasih Kesan jadi relawan PLD UIN?
Seneng, semangat, jadi bisa tahu gimana pembelajaran di jurusan-jurusan bahkan fakultas-fakultas lainnya. Suka terharu dengan mereka yang berbeda tapi bisa melakukan hal yang sama pada umumnya, bahkan bisa lebih. Yuli mengaku sangat terharu kepada mahasiswa Fakultas Saintek angkatan 2018 yang sudah berhasil menyabet banyak medali dalam berbagai olimpiade. “Jadi bikin semangat banget buat belajar dan menjalani hidup. Ahaha.” Gelaknya.
Pesan dari Yuli buat Sahabat Milenialis
“Sadar inklusi!” tegasnya. Lebih sadar dengan adanya fenomena inklusi karena tidak semua manusia dapat disamakan. Misalnya, buat para Milenialis yang mempunyai azzam buat jadi guru, tolong sadar dan benar-benar memperhatikan apabila mempunyai murid dengan kemampuan inklusi.
Suka gemes sama dosen-dosen yang sudah tahu kelasnya ada mahasiswa difable, tapi pembelajarannya masih aja seringnya cuma ngomong (audio) tidak ditulis (verbal). Ada juga dosen yang apabila mengajukan pertanyaan kepada seluruh mahasiswa, tapi yang difable diloncati. Bukannya bisa masuk diskriminasi tuh?
Banyak juga dosen yang menekankan pada pemahaman relawan pendampingnya, padahal tidak semua relawan bisa memahami semua mata kuliah dengan baik karena faktor berbeda jurusan dan sebenarnya relawan hanya bertugas sebagai fasilitator.
So gaes, yuk lebih sadar dan peka dengan saudara sesama.
Selamat Hari Disable International! Selamat Hari Disable Nasional!
Comments