Sering sekali kita menemukan kata-kata mutiara dari beberapa motivator tentang hasil dan proses. Yah, kira-kira seperti ini “Hasil tidak akan menghianati proses”. Kata-kata tersebut cukup ampuh dan dipercaya banyak pihak. Iya, banyak yang percaya kalau hasil dan proses memiliki hubungan yang baik.

Pertama kita harus paham terlebih dahulu bahwa tugas motivator memang untuk memotivasi, jadi yang ia ungkapkan pastilah kata-kata yang memotivasi orang lain, meskipun ia sendiri kadang tidak percaya. Wajar saja ketika ada motivator terkena kasus, ia juga butuh motivasi.

Kedua, Saya agaknya kurang sependapat dengan konten kalimat motivasi tersebut, yang mana mengungkapkan bahwa hasil kita adalah sebagaimana usaha kita. Ya, gimana, seorang bayi yang tak pernah berusaha, bahkan hanya diam, menangis dan tidur. Nyatanya segala kebutuhannya terpenuhi. Baju baru yang tak pernah ia minta pun ia dapatkan, pakaian kotor dengan sendirinya berganti bersih tanpa perlu usaha.

Kehidupan ini memang tidak hanya berisi tentang usaha saja. Ada yang dinamakan keberuntungan. Misalnya seorang pemain sepakbola dengan usahanya berhasil berdiri bebas tanpa pengawalan, tinggal berhadapan dengan kiper dan menendang bola agar menjadi gol. Namun saat itu keberuntungan tidak memihaknya, bola yang ia tendang melambung dan ia gagal mencetak gol.

Apakah ia tidak berusaha? Apakah ia tidak pernah berlatih dengan maksimal? Bukan itu masalahnya kawan, keberuntungan juga bagian dalam kehidupan. Dan terkadang hasil juga bisa menghianati proses. Kehidupan bukanlah kalkulasi yang ketika begini maka hasilnya begitu. Ada banyak faktor yang ikut campur akan sebuah hasil.

Ada sebuah ironi di mana orang yang menanam padi (petani) justru lebih kurus daripda orang yang tidak menanam padi (konsumen). Orang yang membangun rumah (kuli bangunan) justru tidak mendapat rumah yang layak. Apakah karena mereka tidak berusaha? Atau kemiskinan struktural memaksa usaha mereka menjauhi hasil yang layak? Kenapa hal ini bisa terjadi?

Ya, karena sebenarnya patokannya bukan hasil, tapi proses.

Asal-usul kalimat “usaha tidak akan menghianati hasil” adalah karena kita selalu saja menilai kesuksesan dari hasil. Belum dikatakan sukses kalau belum memiliki hasil. Meskipun sudah berproses pun akan dikatakan kurang maksimal kalau belum berhasil.

Jika diilustrasikan mungkin seperti ini: Sebut saja namanya Bambang, ia berasal dari sebuah desa yang jauh dari ingar-bingar kemajuan. Akhirnya ia memutuskan merantau ke Jakarta. Setelah beberapa tahun, si Bambang pun pulang kampung dengan membawa semua hasil rantauannya. Terlihat ia membawa mobil mewah, pakaian mahal, istri yang terlihat rajin ke salon, anak-anaknya gendut terlihat sering makan.

Nah dengan keadaan seperti itu, tanpa melakukan survey pun saya sudah menduga kalau pandangan masyarakat akan menilai kalau si Bambang sudah sukses, karena sudah punya hasil (baca: kekayaan duniawi).

Beda cerita kalau misalnya si Bambang kembali ke kampung halamannya dengan memakai kendaraan umum, istrinya lusuh, anaknya kurus tak terurus, bekalnya pun seadanya. Nah, dengan keadaan seperti itu, saya sangat yakin kalau pandangan masyarakat akan menilai kalau si Bambang belum sukses dan kurang berusaha.

Tidak perlu dipungkiri bahwa sebagian besar masyarakat kita lebih mendewakan hasil daripada proses. Namun pandangan tersebut akan berbalik 180 drajat kalau “borok” dalam prosesnya terlihat.

Anggap saja si Bambang tadi sukses dengan semua harta dan kebahagiaannya, ia pasti akan dianggap contoh dalam masyarakat. Namun jika setahun setelahnya ternyata si Bambang harus ditangkap polisi karena bisnis yang ia jalani tidak sesuai hukum, maka saya sangat yakin bahwa masyarakat akan menganggap si Bambang tidak sukses, malah akan dianggap aib bagi desanya.

Dari sini bisa kita renungi bahwa yang paling penting bukanlah tujuan atau hasil, melainkan perjalanan atau proses. Iya, proses yang sering diabaikan tersebut sebenarnya adalah hal yang juga penting.

Misal, seseorang yang berangkat dari Lamongan menuju Surabaya. Patokan kesuksesannya bukan ketika ia sampai ke Surabaya. Coba kita bayangkan jika dalam perjalanan ia diketahui melanggar banyak sekali rambu-rambu lalu lintas, berkendara serampangan, mencelakakan orang lain atau bahkan membegal mobil orang lain, pokoknya semua dilakukan untuk sampai pada tujuan, maka apakah orang tersebut bisa dikatakan sukses?

Sukses adalah ketika dalam perjalannya dari Lamongan ke Surabaya ia selalu menaati rambu-rambu yang ada, berjaan sesuai marka jalan, tidak mencelakakan orang lain, ketika ada kecelakaan menyempatkan diri menolong orang lain. Maka andai saja ia tidak bisa sampai ke Surabaya pun seharusnya dengan proses yang ia lalui sewajarnya sudah dianggap sebagai kesuksesan.

Poin saya di sini adalah jangan terlalu fokus dengan hasil yang baik, Anda berusaha saja itu sudah baik. Taati semua rambu yang ada dalam perjalanan dan nikmati prosesnya. Masalah hasil sudah bukan wilayah manusia lagi.