Kegiatan ekstrem yang kini tengah digandrungi anak muda adalah mendaki gunung. Ajang rekreasi tersebut tampaknya telah menjadi identitas anak muda yang ingin dibilang keren, pemberani, dan independen. Pasalnya, banyak dari teman-teman saya yang saat ini tergabung ke dalam komunitas pencinta alam yang notabene suka mendaki gunung itu.

Namun, tentu yang bergabung dalam komunitas seperti Mapala atau organisasi-organisasi pecinta alam kampus lainnya, adalah orang-orang yang sudah ahli dan memiliki jam terbang yang cukup. Jika ada anak muda yang hanya naik gunung karena ikut-ikutan tren, terkadang mereka menolak. Bukan karena apa, tetapi mereka lebih membatasi. Lantaran jika ada seorang pendaki gunung pemula, berdasarkan pengalaman para pendaki senior tersebut, setidaknya pasti terdapat empat kesalahan sebagai berikut.

#1 Arogan dan terlalu meremehkan

Ungkapan seperti, “Alah! Cuma naik gunung tok wae kenapa harus fa-fi-fu segala macem. Naik gunung, ya, tinggal naik saja kok repot.” mungkin sering didengar oleh para pendaki gunung yang sudah legend. Pasalnya, kegiatan mendaki seolah tampak remeh dan sepele. Akan tetapi, anggapan bahwa naik gunung itu simpel, ternyata adalah sebuah kesalahan dan dosa besar.

Banyak teman-teman saya, para pendaki gunung, yang kadang mengeluh jika saat pendakian harus membawa orang yang arogan seperti itu. Soalnya, ketika ditanya apa perlengkapannya, mereka para pendaki pemula arogan ini selalu menjawab, “Gampang lah.” Padahal, mendaki gunung bukan hanya berbekal tekad, namun juga perlu perlengkapan pendukung.

Ketika para rombongan pendaki yang sudah “benar-benar pendaki” itu harus membawa satu orang pendaki yang bebal, terkadang bukan malah terbantu, justru malah direpotkan. Pernah sekali, si pendaki pemula mangkelno itu hanya membawa perlengkapan seadanya dan nggak memperhatikan SOP pendakian. Alhasil, ketika sedang menembus medan yang nggak terduga, dia kesusahan. Dan, mau tak mau, para pendaki lainnya juga turut membantu. Menyusahkan, kan?

#2 Tidak memperhatikan kelengkapan gear

Kebanyakan pendaki pemula memandang kalau mendaki gunung dianggap sebagai rekreasi biasa yang hanya butuh perlengkapan seadanya. Padahal, untuk mendaki gunung seperti Gunung Lawu, Arjuno, Slamet, Mahameru, dan Argopuro tentu memerlukan tingkat perlengkapan yang ekstra. Pasalnya, mendaki gunung nggak seperti main di pantai, yang bisa pulang dan datang kapanpun sesuka hati.

Salah satu hal yang sering dilewatkan para pendaki pemula adalah tentang kelengkapan gear. Seperti tas carrier, sleeping bag, jas hujan, sepatu mendaki, headlamp, matras, tenda, dan kelengkapan lainnya. Alhasil, para pendaki pemula yang belum pernah merasakan hiking, seolah punya slogan “Apa kata yang lain”. Istilah tersebut bagi para pendaki yang benar-benar mendaki, sih, nggak masalah. Tapi, nek wes njagakno 100 persen, kan, malah menyulitkan orang banyak. 

#3 Tidak memperhatikan kesiapan fisik

Setiap gunung, pasti punya medan yang beragam, ada yang terjal, licin, hingga punya medan yang santai tapi cuacanya nggak menentu. Maka dari itu, para pendaki senior sering berkata kalau mendaki gunung itu sama seperti ajang pertempuran. Sebab, mendaki gunung juga berusaha menaklukkan segala medan yang ada. Jika kondisi fisiknya lemah, maka dalam penaklukkan tersebut akan sangat kesulitan setengah mati. Alih-alih saat mendaki gunung mendapat pelajaran, bisa-bisa malah “dihajar” dengan keadaan alamnya.

Pengalaman bersama orang-orang pendaki gunung yang nggak mempersiapkan fisik ini tentu banyak dialami oleh para pendaki. Pasalnya, terkadang para rombongan akan ngaboti orang-orang yang kecapean. Tentunya, durasi tempuh untuk sampai ke puncak pun akan terhambat. Kalau terhambat karena medannya bahaya atau apa, sih, rak opo-opo. Lha kalau terhambat karena satu orang dengan kesiapan fisik kurang, ya, kurang ajar, dong!

#4 Tidak memperhatikan kelengkapan P3K

Situasi mendaki gunung memang jarang bisa ditebak, entah itu cuacanya, medannya, atau proses saat mendakinya. Nggak jarang, saat mendaki banyak para pendaki mengalami kecelakaan kecil. Maka dari itu, seseorang atau rombongan pendaki harus mempersiapkan P3K, seperti obat merah, plester, handuk, obat minum, koyo, dan seterusnya. Fungsinya, jelas untuk jaga-jaga apabila terjadi sesuatu, juga mengantisipasi jika ada hal-hal yang nggak diinginkan.

Akan tetapi, kesalahan pendaki gunung, baik yang senior maupun pemula, terkadang melupakan kelengkapan tersebut. Sehingga, jika terjadi kecelakaan, mereka kebingungan. Bukan apa-apa, di gunung tentu nggak ada apotek yang buka, kan? 

Itulah 4 kesalahan pendaki gunung pemula yang sering dilakukan. Perlu digaris bawahi, mendaki gunung bukan hanya seperti berekreasi ke alam biasa, melainkan juga harus mempersiapkan mental, fisik, dan perlengkapan sesuai standar SOP-nya. Jika tidak, maka urungkan saja niat kalian untuk mendaki, soalnya nanti jadi beban. Mendaki gunung sejatinya bukan berapa banyak gunung yang sudah ditaklukkan, tetapi bagaimana menikmati proses dalam menaklukkan gunung-gunung tersebut. Kalau prosesnya saja nyusahin, mending mancing saja.

Foto: Pexels

Editor: Saa