Pada tanggal 11 Maret 2020, organisasi kesehatan dunia atau WHO (World Health Organization) menyatakan wabah penyakit akibat virus corona Covid-19 sebagai pandemi global. Pandemi Covid-19 ini melahirkan problematika baru bagi negara dan bangsa serta berpengaruh terhadap seluruh dimensi kehidupan masyarakat termasuk ketahanan pangan. Dampak tersebut, khususnya mengenai bagaimana upaya negara dalam mencegah dan menghentikan penyebaran virus ini agar tidak semakin meluas.

Membangun Ketahanan Pangan

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan. Yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan bukan saja membahas tentang pangan/bahan makanan yang kita konsumsi, tetapi juga membahas tentang akses, kesediaan, higienis, dan harga dari bahan makanan itu sendiri.

Pada masa pandemi Covid-19 ini ketahanan pangan yang kokoh dapat dibangun pada tingkat rumah tangga yang bertumpu pada keragaman sumber daya lokal (Suryana 2005). Karena, pada tingkat rumah tangga merupakan awal dari sebuah pembentukan pola kebiasaan bagi setiap orang sebelum mereka keluar dari lingkungan keluarga. Ketersediaan pangan beragam sepanjang waktu dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau oleh semua rumah tangga sangat menentukan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan tingkat konsumsi makanan keluarga (RAN-PG 2011).

Ketahanan pangan pada dasarnya membicarakan soal ketersediaan pangan (food avaibilitas), stabilitas harga pangan (food price stability), dan keterjangkauan pangan (food accessibility). Contohnya, yaitu terpenuhinya bahan makan pokok (beras, gula, minyak, dan lain sebagainya). Sedangkan contoh dari stabilitas harga pangan, yakni mengatur harga yang tertara pada obat dan terdapat tanda HET (harga eceran tertinggi). Serta contoh keterjangkauan pangan, yaitu murahnya harga bahan makanan khususnya bagi masyarakat miskin.          

Status Gizi

Ketahanan pangan juga bisa dinilai dengan status gizi seseorang. Contohnya, jika status gizinya baik maka ketahanan pangannya juga baik. Status gizi itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor tersebut di antaranya pangan yang cukup, pendapatan keluarga, pendidikan orang tua, pola asuh anak/ balita, dan konsumsi makanan bergizi. Ketahanan pangan yang baik membentuk status gizi yang baik pula dapat diciptakan dengan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). PUGS tersebut berisi 13 pesan dasar gizi seimbang. PUGS dalam bentuk 13 pesan dasar umum adalah pedoman bagi semua umur mulai dari nol bulan hingga kelompok usia lanjut dengan memasukkan Air Susu Ibu (ASI) ekslusif sebagai gizi seimbang bagi bayi berumur 0-6 bulan (Anonim 2013). Dan pedoman Gizi seimbang itu disebut sebagai “Tumpeng Gizi”.

Hal di atas dapat diwujudkan dengan memberdayakan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat akan meningkatkan kemandiriaan masyarakat. Misalnya, memberi pelatihan atau edukasi kepada masyarakat. Pemberdayaan masyarakat juga merupakan suatu proses mengajak atau membawa masyarakat agar mampu melakukan sesuatu hal, khususnya pemberdayaan petani menjadi poin tersendiri yang dapat mencegah ketidaktahanan pangan di suatu wilayah/daerah.

Pemberdayaan petani dapat dilakukan melalui: Pertama, pemberdayaan dalam pengembangan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing. Kedua, penyediaan fasilitas, dan yang ketiga, revitalitasasi kelembagaan dan sistem ketahanan pangan masyarakat.

Editor: Nirwansyah

Ilustrasi: detikFinance