Saya berani bertaruh, setiap orang dewasa tumbuh dan melewati berbagai kenangan pada masa anak-anak. Beberapa diantaranya mungkin selalu teringat, terbayang-bayang, dan sulit dilupakan sampai dengan saat ini.

Selain soal kartun yang tayang di setiap akhir pekan, pada masanya, sebagian atau mungkin kebanyakan anak-anak punya memori yang lebih spesifik. Satu yang paling nyeleneh: memanggil temannya yang lain dengan nama Bapaknya.

Saya pikir, alurnya selalu sama. Awalnya bercanda, sekadar iseng, lama-lama malah tuman, keterusan, dan jadi ajang ledek-ledekan yang nggak berkesudahan.

Hayooo, ngaku. Pada masanya, sebagian dari kalian juga pasti pernah melakukan hal serupa karena dipanggil dengan nama Bapak sendiri oleh beberapa teman.

Balada Ledek-ledekan Pakai Nama Bapak

Sebetulnya, jika ada yang mulai memanggil teman dengan nama Bapak, responnya sih beragam. Ada yang memanggil nama Bapaknya balik, ada yang diam saja lantaran malas meladeni, dan yang paling ekstrim: nangis, karena nggak terima nama Bapak dijadikan bahan untuk saling ledek.

Makanya, semasa sekolah, buku rapor adalah benda yang betul-betul harus dijaga. Jangan sampai direbut atau dilihat oleh teman sekelas. FYI, sekadar me-refresh saja, dalam buku rapor itu ada nama orang tua murid. Jadi, kalau sampai terbuka, diintip, apalagi direbut, mampus lah sudah. Jika sudah terjadi, siap-siap saja dalam waktu mendatang, panggilan kalian ujug-ujug akan berganti dengan nama Bapak.

Selain itu, nama-nama Bapak juga biasa diketahui saat rumah teman satu dan lainnya berdekatan. Pasti akan ada interaksi sewaktu Bapak-bapak saling mengobrol. Nah, hal ini sangat sulit dihindari. Jadi, ujung-ujungnya kita hanya bisa pasrah saja.

Lain dulu, lain sekarang. Jika saat anak-anak kita merasa bahwa dipanggil dengan nama Bapak adalah suatu hal yang menyebalkan atau bikin risih, pada masa remaja menuju dewasa awal, atau bahkan hingga sekarang, hal tersebut terasa tidak lagi menjengkelkan. Biasa aja gitu. Nggak perlu dilebih-lebihkan. Apalagi, dipanggil dengan nama Bapak sendiri. Kecuali, namanya dimodifikasi sedemikian rupa sampai memiliki makna yang buruk. Tentu saja hal itu lain soal.

Semakin dewasa, disadari atau tidak, ledek-ledekan menggunakan nama Bapak perlahan tidak lagi dilakukan. Kalau dipikir-pikir lebih jauh, ya ngapain juga gitu. Lagipula, kalau pun ingin dijadikan lucu-lucuan, sudah lewat masanya. Nggak cocok lagi dilakukan bersama teman-teman lainnya di usia dewasa.

Ledekan yang Bisa Berbalik Jadi Bumerang

Mau bagaimana pun, saran saya, memanggil seorang teman dengan nama Bapaknya sebaiknya dihindari atau diminimalisir sejak dini. Jangan dijadikan sebuah kebiasaan. Sebab hal tersebut punya dampak kurang baik dalam pergaulan.

Contoh nyatanya dialami oleh teman saya. Lantaran sudah kebiasaan memanggil seorang teman yang lain dengan nama Bapaknya, tanpa sengaja dan tanpa disadari, saat menyambangi rumahnya, yang ia panggil bukan nama teman. Melainkan nama Bapaknya.

Nama Bapak teman saya Kemal (nama samaran). Sedangkan teman saya bernama Dimas (nama samaran). Situasinya seperti ini saat kami bertamu ke rumah Dimas dan memanggilnya dari depan rumah.

“Kemal, main yuk!” kata teman saya.

Saya bersama teman lainnya kaget setengah mampus. Kok dia berani-beraninya manggil nama Bapak si Dimas dengan begitu fasih. Akhirnya ia mengaku keceplosan dan merasa panik. Belum sempat mengganti nama panggilan untuk melakukan klarifikasi, Pak Kemal langsung menemui kami di depan rumah.

“Ada apa ya manggil saya?”

Tentu saja saat itu kami gelagapan sekaligus kebingungan harus merespon apa dan bagaimana. Maklum, kala itu kami masih anak-anak yang belum tahu bagaimana caranya ‘ngeles’ yang baik dan benar. Sampai akhirnya, saya yang berinisiatif untuk meminta maaf kepada Pak Kemal, “Maaf, Pak. Salah panggil. Maksudnya mau manggil Dimas.” Saat itu, beliau hanya menjawab, “Oh, kalau Dimas ada di dalam. Itu lagi di kamar. Masuk aja.”

Hadeeeh. Lega rasanya. Sebab, kami pikir, kami akan diceramahi karena sudah begitu lancang memanggil nama orang tua secara sembarangan. Sejak pengalaman itu, sebagian teman saya nggak mau lagi memanggil seorang teman dengan nama Bapaknya. Efek latennya ternyata bisa menjadi kebiasaan yang mengendap di alam bawah sadar. Bikin repot.

Pada akhirnya, memanggil seorang teman dengan nama Bapaknya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari memori masa anak-anak. Semacam nostalgia yang bisa diceritakan kembali kekonyolannya bersama teman-teman saat berkumpul.

Penyunting: Halimah
Sumber gambar: Nakita.ID