Keberadaan buzzer dalam dunia politik selalu dikaitkan dengan hal buruk, padahal tujuan awalnya eksistensi buzzer hanya untuk mempromosikan suatu produk atau jasa agar dikenal oleh masyarakat luas. Sebelum melangkah lebih jauh, buzzer adalah suatu akun atau individu yang bertujuan menarik perhatian, bahkan menggiring opini masyarakat dengan motif tertentu. Buzzer mendapat perhatian penting dalam dunia sosial media karena perannya yang sangat mencolok terutama ketika mendekati pemilu.

Pada awalnya, eksistensi buzzer merupakan suatu hal yang lazim, tetapi terjadi pergeseran makna ketika terjun dalam dunia politik. Citra yang tidak bagus muncul ketika situasi politik sedang memanas. Buzzer politik telah menjadi bagian dari propaganda politik di berbagai negara. Belakangan ini, buzzer telah membuat kegaduhan dalam dunia demokrasi karena melenceng atau dianggap mampu memecah belah masyarakat.

Peran penting yang dimainkan buzzer dapat terlihat ketika berusaha memfasilitasi elite politik untuk mendapatkan nama di kancah demokrasi. Selain itu, pergeseran makna buzzer menjadi suatu yang negative muncul ketika terdapat isu bahwa buzzer pro-pemerintah kebal terhadap hukum atau tidak akan dicari oleh cyber police.

Buzzer bergerak dalam media sosial untuk menjalankan kampanye terhadap pengikutnya di media sosial. Selain itu, objek yang digerakkan buzzer juga bergeser, berawal dari produk menjadi tokoh politik. Seperti pada tahun 2019, buzzer bertugas untuk membangun dukungan rakyat terhadap calonnya. Sasaran target buzzer yaitu tepatnya kelas menengah karena mereka sering membagikan konten politik di media sosial.

Buzzer tentu mempunyai jaringan yang luas untuk menggiring opini orang agar sesuai dengannya. Kebisingan dan kegaduhan di media sosial menjadi salah satu tujuan utama eksistensi buzzer. Biasanya, buzzer melakukan dengan dua cara yaitu digerakkan oleh satu orang atau kelompok tertentu dengan komisi atau dana, sedangkan yang kedua yaitu sukarelawan karena mempunyai persamaan ideologi.

Buzzer memulai tugasnya ketika digunakan untuk kepentingan politik yaitu pilgub DKI dan puncaknya ketika pilpres 2019. Akuratnya atau kredibilitas sumber tidak lagi dipedulikan hanya untuk propaganda. Pada masa sekarang, ancaman buzzer di media sosial lebih berbahaya karena dapat menekan perbedaan dan mengancam persatuan masyarakat dengan menggiring opini publik. Persoalan yang pelik adalah penyebaran hoaks sangat “lengket” dengan buzzer, sehingga harus segera ditindak dan memberikan literasi penggunaan media sosial kepada masyarakat luas.

Sekarang, buzzer politik identik dengan konotasi negatif karena acap kali menyerang lawan politiknya dengan memberi informasi provokatif dan menimbulkan kebencian. Media sosial seperti Twitter menjadi wadah yang untuk berinteraksi tanpa takut berhadapan secara langsung. Kegiatan buzzer selalu memanas ketika diadakannya pemilu, seperti perebutan kursi presiden antara Trump-Hillary dan kampanye politik Jokowi-Ahok.

Salah satu strategi untuk menaikkan popularitas tokoh politik melalui media sosial bisa dikatakan cukup ampuh karena menarik perhatian. Sesuatu yang terlalu menarik dapat menimbulkan suatu masalah, tetapi itulah tujuan buzzer menarik perhatian banyak orang. Menurut saya, keberadaan buzzer bukanlah suatu masalah jika digerakkan dengan baik dan kembali kepada tujuan awal yaitu untuk “menaikkan” nama seseorang. Memang, buzzer merupakan kaki tangan suatu pihak yang mempunyai kekuasaan.