Sekitar 2 sampai 4 bulan yang lalu isu tentang wacana penundaan presiden dan penundaan pemilu 2024 santer dibicarakan oleh masyarakat Indonesia. Baik di layar ponsel, di dalam jaringan, maupun di warung kopi tempat nongkrong anak muda sampai di forum warga desa santer dibicarakan, baik yang mendukung maupun menolak dengan alasannya masing-masing.
Tulisan ini pun juga hanya catatan kecil dari obrolan kami mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, spesifiknya Dinas Riset dan Pengembangan BEM Fisipol UMY dan Kementerian Kajian Strategis dan Advokasi BEM KM UMY yang juga waktu itu ikutan nimbrung membahas isu yang lagi panas tersebut.

Walaupun rasanya udah sedikit gak relevan dan gak panas lagi isu ini, anggap saja kami hanya mengingatkan tentang huru-hara yang belum tuntas ini di tengah-tengah golekan  anak-anak pinggiran ibukota di pusat ibukota dan drama-drama pihak berkewajiban yang malah asik main PUBG in real life literally in real life.

Selain itu, anggap saja kami cuma meninggalkan jejak di dunia digital tentang hasil ngopi kami tentang hal-hal lain seputar isu presiden 3 periode dan penundaan pemilu 2024 pada waktu itu. Tapi, apa yang kami paparkan masih sangat bisa didebatkan dan hanya bersifat kecurigaan saja.

Perlu Tahu Partai Pendukung dan Penolak

Ngomong-ngomong soal wacana pasti ada yang pro dan yang kontra bukan? Sama seperti wacana Presiden 3 Periode dan Penundaan Pemilu. Nah, sesuai hasil riset dan searching-searching seadanya kita mendapatkan partai-partai pendukung wacana ini.
Partai-partai tersebut adalah partai Golongan Karya (Golkar), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Solidaritas Rakyat (PSI). Adapun partai penolak wacana tersebut adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Perlu Tahu Cara Untuk Mengubah UUD

Ada beberapa poin dalam Pasal 37 UUD Negara Republik Indonesia 1945 yakni:

  1. Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya ⅓ dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  2. Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
  3. Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya ⅔ dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
  5. Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

Dari beberapa poin dalam Pasal 37 UUD NRI 1945 tersebut sudah jelas beberapa langkah yang bisa dilakukan dewan rakyat untuk mengubah UUD. Sepertinya terlihat tidak mungkin bukan? Bukan…

Mari Berhitung

Sebelum berhitung mari kita cari tahu tentang komposisi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berdasarkan fraksi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Berikut komposisinya:

Nah, setelah kita tahu tentang komposisinya, mari kita sedikit hitung-hitungan. Untuk yang pertama mari kita menghitung ⅓ (jumlah minimal suara anggota MPR untuk bisa mengagendakan perubahan pasal UUD) dan ⅔ (jumlah minimal suara anggota MPR untuk bisa mengubah UUD) dari total anggota MPR. Apabila total jumlah anggota MPR RI adalah 711 berarti, ⅓-nya adalah 237 suara dan ⅔-nya adalah 474 suara.

Setelah tahu jumlah minimal untuk mengagendakan perubahan UUD, mari kita hitung berapa anggota fraksi dari partai yang menolak dan mendukung wacana presiden 3 periode dan penundaan pemilu.
Jumlah anggota partai yang menolak wacana: PDI-P 128 anggota; Gerindra 85 anggota; Nasdem 59 anggota; Demokrat 54 anggota; PKS 50 anggota; dan PPP 19 anggota, dengan total  395 anggota. Sedangkan jumlah anggota partai pendukung wacana: Golkar 78 anggota; PKB 58 anggota; PAN 44 anggota; dan PSI tidak ada, dengan total 180 anggota.

Dari hitung-hitungan di atas, kabar baiknya adalah ternyata jumlah anggota partai penolak wacana lebih besar dari anggota partai yang mendukung wacana. Kabar buruknya adalah partai pendukung wacana hanya butuh 57 suara lagi untuk setidaknya mengagendakan pembahasan perubahan UUD.
Kabar buruk lainnya, kita masih belum menghitung 136 anggota DPD yang kalau ⅓-nya saja mendukung, sudah bertambah 45 suara yang berarti kurang 12 suara lagi. Apakah sulit mencari 12 suara? Oh ya ndak tau, kok tanya saya..

Ingfo-Ingfo Menarik Lain Terkait Penundaan Pemilu

Okelah, terlepas dari hitung-hitungan suara di atas yang kebenarannya masih ndak tau kok .. Kami mau ngasih ingfo-ingfo yang menarik juga nih kalau ditarik benang merahnya. Setelah tadi kita tahu partai-partai pendukung wacana, sini kami kasih tau menteri-menteri dari partai-partai tersebut.

Dari Golkar ada Pak Airlangga Hartarto sebagai Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian, Pak Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia (Marves), dan Pak Agus Gumiwang K. sebagai Menteri Perindustrian

Dari PKB ada Bu Ida Fauziyah sebagai Menteri Ketenagakerjaan, Pak Abdul Halim Iskandar sebagai Menteri Desa, dan Pak Yaqut Cholil Qoumas sebagai Menteri Agama. Dari PAN ada pak Zulkifli Hasan sebagai Menteri Perdagangan.

Selain dari menteri-menteri tersebut, asal mula wacana ini berasal dari pernyataan Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia yang katanya pemilu ini perlu ditunda untuk menjaga stabilitas perekonomian yang baru pulih setelah pandemi covid-19. Selain itu, mengutip dari Kompas.com, 29 Juli 2022 Ketua KPU, Hasyim Asy’ari bilang kalau persiapan pemilu gak optimal karena anggaran tahun 2022 macet di Kementerian Keuangan

Gimana? Sudah dapat benang merahnya?

Penutup

Sebagai penutup pembahasan isu yang sudah terkubur lebih dari 3 bulan ini, mengutip dari News Detik, 25 Juli 2022 yang lalu bapak Surya Paloh ketua umum Nasdem bilang gini “Lebih baik tak perlu ada pemilu kalau berujung perpecahan”. Lohe lohe?
Kalau menurut kalian gimana guys? Kalo menurut kita ya..  Ndak Tau Kok Tanya Saya.

Editor: Ciqa

Gambar: Anadolu Agency