World Health Organization (WHO) mengatakan virus ini tak akan bisa hilang walau kurva kasus positifnya menurun.

Berangkat dari fakta bahwa vaksin COVID-19 belum ditemukan, maka Presiden Jokowi mengeluarkan gagasan untuk berdamai dengan virus ini melalui sebuah wacana bernama “The New Normal”, yaitu sebuah keadaan menjalani tatanan hidup baru. Pandemi COVID-19 telah membentuk budaya baru di tengah masyarakat seperti menggunakan masker, mencuci tangan, menjauhi kontak fisik, dan menjauhi kerumuman.

Juru bicara Penanaganan COVID-19, Achmad Yurianto menegaskan kepada seluruh masyarakat untuk menjalankan protokol kesehatan. Protokol kesehatan inilah yang akan menurunkan kurva kasus COVID-19. Masyarakat dituntut untuk terbiasa dengan budaya dan aturan baru ini mengingat badan kesehatan dunia (WHO) belum menemukan vaksin untuk dapat mengendalikan virus Corona.

Di sisi lain, beberapa politisi dan rakyat kritis menganggap tindakan Presiden sebagai sebuah bentuk kepayahan dalam menangani COVID-19. Pemerintah dinilai kewalahan dalam berperang melawan wabah global ini hingga berakhir pada fase “berdamai”. Achmad Yurianto, Jubir Presiden menangkal anggapan itu. “Hidup berdampingan bukan artinya menyerah pada kondisi penyebaran virus ini melainkan berubah mengikuti situasi yang ada,” tuturnya.

 

Tantangan Kreativitas

Kebutuhan masyarakat saat ini telah berubah seiring dengan pencegahan COVID-19. Protokol kesehatan turut serta membentuk karakter dan budaya baru, baik dari ranah pendidikan, ekonomi, sosial, hingga agama. Aspek pendidikan, misalnya. Para pelajar dan mahasiswa menjadi konsumtif terhadap kebutuhan kuota internet dan ketergantungan terhadap smartphone menjadi lebih tinggi. Pada aspek ekonomi, ibu rumah tangga lebih tertarik untuk menanam sayur-sayuran dan bahan pokok lainnya di pekarangan rumah sebagai bentuk pertahanan diri di kala keterbatasan keluar rumah. Itulah sedikit gambaran sederhana dari wacana “The New Normal” atau tatanan kehidupan baru.

Presiden Jokowi menegaskan dalam pidatonya pada hari Jumat (15/5/20) di Istana Merdeka yang disiarkan di kanal YouTube bahwa The New Normal ini bukanlah kehidupan yang penuh pesimisme atau ketakutan. Presiden menyeru masyarakat untuk optimis menghadapi COVID-19. Diantara bentuk optimisme itu adalah dengan tetap produktif selama pandemi di samping mematuhi protokol kesehatan.

Kalangan milenial semestinya memandang wacana ini sebagai sebuah wahana untuk mengasah kreativitas. Keadaan yang mencekam dan genting ini menantang akal untuk berpikir kritis dan inovatif. Sebagai the high user teknologi versi penelitian Alvara, kalangan milenial seyogianya sudah lihai beradaptasi dengan pandemi, menjadi garda terdepan dalam kampanye #dirumahaja.

Contoh kecil dari kreativitas mahasiswa adalah dengan berkreasi menciptakan teknologi baru dalam rangka percepatan penanganan COVID-19. Di salah satu kampus ternama di kota Salatiga, misalnya, sekelompok mahasiswa menciptakan teknologi baru berupa alat cuci tangan nir-sentuh. Alat pencuci tangan otomatis ini memanfaatkan sensor inframerah yang dapat mendeteksi tangan sehingga menjadikannya contactless atau tidak memerlukan sentuhan.

Wacana The New Normal: Peluang dan Tantangan

Menghadapi era tatanan kehidupan baru, kalangan milenial disuguhkan dengan peluang dan tantangan sekaligus. Mereka memiliki peluang untuk mengembangakn dunia digital sebagai sebuah ladang mengasah kreativitasnya. Dengan adanya Internet of Things (IoT), semua aspek kehidupan tersentuh dengan digital. Pada poin inilah kalangan milenial berpeluang untuk menciptakan dunia baru di tengah pandemi dengan konsentrasi dan fokus studinya masing-masing.

Selain memiliki peluang, di lain sisi kalangan milenial juga memiliki tantangan. Dunia digital adalah sebuah ranah maya yang menjadi “rumah kedua” yang nampaknya memiliki intensitas komunikasi yang lebih luas dari komunikasi dunia nyata. Untuk menjaring eksistensi, tak jarang mereka melakukan aksi “ekstrem” untuk memikat viewer yang banyak dan rating yang tinggi.

Intensitas waktu yang tinggi terhadap penggunaan telepon pintar memungkinkan kalangan milenial untuk semakin eksis di dunia maya. Mereka asyik dengan Tik-Tok, vlog, dan komunikasi virtual lainnya. Jika menggunakannya dalam kadar waktu yang melampaui batas, maka akan cenderung berdapak negatif. Demi mengejar popularitas, akhirnya tatakrama dan norma kesopanan terlampaui hingga harus berujung di kantor polisi. Yuk, menjadi milenial yang cerdas dan menginspirasi!

Penulis: Firdan Fadlan Sidik

Penyunting: Aunillah Ahmad