Temuan para peneliti Stanford University yang dipublikasikan di jurnal Nature pada tahun 2017, rasanya benar adanya dan mungkin masih relevan dengan kondisi saat ini. Temuan tersebut menyatakan bahwa dari 111 negara yang diteliti, penduduk dunia yang paling malas berjalan kaki adalah orang Indonesia. 

Malas berjalan kaki menjadi salah satu penyebab masyarakat kurang memperhatikan etika parkir. Mereka lebih memilih untuk parkir sembarangan, agar dapat sedekat mungkin dengan objek tujuan. Bahkan terkadang mereka juga tidak mau turun dari kendaraannya ketika membeli atau memesan sesuatu. Mereka tidak peduli apakah perilaku dan posisi parkirnya salah, atau bahkan mengganggu orang lain. 

Parkir di Ujung Jalan Putaran

Cerita pengalaman saya, saat mengantar dan menjemput anak sekolah saya seringkali dibuat jengkel dengan mobil yang parkir tepat di ujung jalan putaran balik, yang jaraknya sekitar seratus  meter dari sekolah. Disitu memang ada warung nasi pecel yang lumayan ramai dikunjungi pembeli. Mobil dan motor dengan santainya parkir di depan warung tanpa menyadari (atau mungkin menyadari, tapi bersikap tidak peduli) bahwa itu adalah akses jalan putaran balik menuju sebuah sekolah yang cukup ramai.

Sebenarnya ada jalan lain di putaran berikutnya yang bisa saya tempuh bila waktunya masih memungkinkan. Tapi terkadang jam masuk sekolah sudah mepet dan terburu-buru, sehingga jalan putaran terdekat itulah yang jadi pilihan. Seperti hari ini saya dibuat gemas dengan sebuah mobil sedan bermerek mahal yang parkir tepat di ujung jalan putaran balik itu. Alih-alih mengalah, saya lebih memilih membunyikan klakson agar si pemilik memajukan mobilnya. 

Aksi ini ternyata diikuti dua mobil lain di belakang saya, yang juga akan memutar balik untuk mengantar anak-anaknya ke sekolah. Si pemilik mobil pastinya merasa jengkel dengan bunyi klakson dan antrian mobil yang akan memutar. Dengan wajah kesal dia memajukan mobilnya beberapa meter. Saya sudah siap beradu argumentasi (bila diperlukan) untuk mempertanyakan pemahamannya tentang posisi parkir di ujung jalan putaran balik yang sempit seperti itu. 

Seharusnya kemampuan membawa mobil diikuti dengan pemahaman cara parkir yang benar. Apa salahnya sih parkir agak jauh dan jalan kaki sedikit, sehingga tidak menghambat perjalanan mobil-mobil pengantar anak sekolah yang akan memutar balik. Inti persoalannya tetap saja pada alasan si pemilik mobil yang malas berjalan kaki.

Parkir di Depan Warung

Parkir sembarangan karena malas berjalan kaki juga sering menjadi masalah di Fresh Market dalam kompleks perumahan saya. Saat malam hari warung-warung makan di pelataran parkiran Fresh Market mulai buka, dan mobil-mobil pun mulai parkir sembarangan. Mereka parkir tepat di depan warung yang dituju, tanpa peduli kendaraan yang parkir di tempat semestinya menjadi kesulitan mundur saat akan keluar. 

Entah mengapa mereka harus parkir mobil tepat di depan warung tujuannya, yang jelas-jelas mengganggu lalu lalangnya mobil dan para pejalan kaki. Mereka parkir di depan warung dekat dengan penjual yang sedang memasak, tanpa berpikir resiko bahaya bila terjadi ledakan kompor gas. Atau resiko terkena cipratan limbah buangan warung yang bisa jadi mengotori mobil mereka. 

Belum lagi resiko mobil lecet bila tersenggol mobil lain atau pejalan kaki yang iseng sengaja melukai mobil karena merasa terganggu. Resiko-resiko besar yang sebenarnya tidak sebanding dengan sedikit usaha untuk berjalan kaki, dari tempat parkir yang semestinya ke warung yang dituju.

Saya dan suami pernah mengalami kejadian tak menyenangkan saat parkir di Fresh Market. Kebetulan kanan kiri diapit mobil yang cukup rapat sehingga jalan satu-satunya untuk keluar adalah mundur agak jauh. Tapi tepat di belakang kami ada mobil yang menghalangi, karena parkir di depan warung. Saya pun mendatangi pemilik mobilnya, memintanya menggeser mobil baik-baik tapi dia malah marah-marah.  Untung suami menahan agar tidak terpancing emosi, saya sungguh ingin menjelaskan  tempat parkir yang semestinya. 

Bukan hanya parkir di depan warung,  bahkan terkadang mereka juga tidak mau turun dari mobilnya. Mereka memanggil penjual dan memesan makanan dari dalam mobil. Ada juga yang memang sengaja ingin makan di dalam mobil sehingga abang penjualnya harus bolak balik melayani. Saat warung cukup ramai pelayanan seperti itu pasti merepotkan penjual dan perilaku seperti itu rasanya kurang beretika.

Membiasakan Diri Berjalan Kaki

Semenjak kejadian di Fresh Market itu, saya dan suami memutuskan untuk mencari tempat parkir yang lebih nyaman untuk keluar masuk mobil walaupun posisinya cukup jauh. Sekaligus membiasakan diri kami untuk berjalan kaki, yang pastinya sangat baik untuk kesehatan. 

Situs Daily Mail melansir bahwa rata-rata jumlah langkah harian untuk meningkatkan kesehatan adalah 4.961 atau sekitar empat kilometer. Bahkan beberapa pakar kesehatan menyarankan 10.000 langkah per hari untuk benar-benar bisa memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh manusia.

Bila kita mau koreksi diri, rasanya langkah kaki harian kita masih jauh dari angka itu. Apalagi di masa pandemi ini, kita lebih banyak mager, diam di rumah dan kurang beraktivitas. Kebiasaan berjalan kaki menjadi semakin sulit untuk diwujudkan. Rasanya benar bila ada yang menyarankan untuk membiasakan diri parkir sejauh mungkin dari objek tujuan, agar kita terbiasa berjalan kaki yang sangat baik untuk kesehatan.

Etika parkir dan kebiasaan jalan kaki ini menurut saya sangat penting untuk dibudayakan pada masyarakat. Cara kita parkir sebenarnya menunjukkan bagaimana pribadi kita sebagai pengemudi. Ada atau tidaknya rasa empati dengan kesulitan yang kita timbulkan bagi orang lain bila kita parkir sembarangan. 

Jangan sampai hanya karena malas berjalan kaki, kita malah menyusahkan dan mengganggu perjalanan orang lain. Dan tentunya manfaat berjalan kaki bagi kesehatan akan lebih besar, bila dibandingkan dengan kerugian karena kerusakan mobil akibat parkir sembarangan. (IkS)

Foto : Pexels

Penulis : Ika Susansi

Editor : Elsa