Ada satu pertanyaan yang sering bikin panik anak SMA selepas pengumuman SNBT: “Kalau tahun ini nggak kuliah, aku gagal dong?” Tenang, jawabannya, nggak juga. Nggak semua orang harus langsung kuliah, apalagi kalau belum yakin. Justru kalau kamu asal pilih jurusan hanya karena takut “tertinggal”, itu bisa jadi penyesalan jangka panjang.
Kamu nggak sendiri. Banyak juga yang memutuskan ambil jeda setahun karena belum keterima di jurusan impian, belum siap mental, atau sekadar pengen ngatur ulang arah hidup. Dan itu valid. Gap year bukan tanda gagal, tapi bentuk perlawanan terhadap ikut-ikutan. Kadang, jeda adalah bagian dari jalan maju.
Kuliah Bukan Ajang Perlombaan!
Kita hidup di zaman Fear of Missing Out (FOMO), yakni ketika pencapaian orang lain bisa bikin gelisah. Ketika teman-teman mulai kuliah, update story kelas perdana, kamu masih di rumah baca buku Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK). Rasanya kayak ditinggal kereta. Tapi ingat, tujuan hidupmu nggak sama dengan mereka. Kamu nggak sedang berlari di lintasan yang sama, jadi kenapa harus membandingkan kecepatan?
Langsung kuliah bukan selalu langkah terbaik. Ada yang kuliah buru-buru lalu nyesel, salah jurusan, dan kuliah tanpa gairah. Kuliah karena takut dibilang “nganggur” itu kayak makan makanan yang nggak enak cuma karena malu nolak. Akhirnya sakit sendiri. Banyak yang baru sadar, saat semester tiga mereka nggak punya motivasi karena dari awal memang tidak minat.
Gap Year Bisa Jadi Keputusan Dewasa
Ambil gap year bisa jadi keputusan dewasa. Justru di situlah kamu belajar mandiri, belajar ambil kendali atas hidup sendiri. Kamu bisa ikut kursus, kerja part time, atau fokus belajar buat seleksi tahun depan. Satu tahun ini bisa jadi fondasi masa depanmu. Bahkan beberapa teman saya yang ikut bimbel setahun penuh akhirnya masuk ke kampus impian dengan jurusan yang memang mereka mau.
Bukan berarti nggak ada tantangan. Omongan tetangga, tatapan kasihan, dan perasaan minder itu nyata. Tapi kamu nggak hidup buat membuktikan sesuatu ke mereka. Kamu cukup buktiin ke dirimu sendiri, bahwa kamu punya hak untuk mengatur waktumu. Dan siapa tahu, satu tahun itu justru jadi masa paling produktif dalam hidupmu sejauh ini.
Menurut Gita Savitri Devi, seorang YouTuber dan aktivis pendidikan, “Hidup itu bukan kompetisi siapa yang lebih cepat, tapi siapa yang paling tahu apa yang dia mau.” Kalimat itu mewakili esensi gap year: berhenti sejenak untuk benar-benar paham ke mana kamu ingin pergi.
Berhenti Sejenak Sebelum Kembali Bergerak
Satu tahun ini bisa jadi waktu kontemplasi. Jurusan yang kamu pikir cocok, bisa jadi berubah. Impian yang dulu kamu kejar, bisa jadi bergeser. Dan itu nggak apa-apa. Hidup itu dinamis. Nggak semua orang harus punya semua jawaban di umur 18. Kadang justru yang terlalu cepat memutuskan, akhirnya harus putar balik lebih lama.
Data dari Kemdikbud beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa lebih dari 100.000 mahasiswa di Indonesia mengajukan pindah jurusan atau kampus setiap tahunnya. Itu artinya, cukup banyak yang merasa salah pilih. Bayangkan jika mereka diberi waktu satu tahun untuk benar-benar berpikir dan menyiapkan diri — mungkin datanya bisa jauh berkurang.
Ingat, nggak semua yang datang duluan pasti lebih sukses. Ada yang kuliah telat tapi lulus tepat waktu dan langsung kerja. Ada juga yang kuliah duluan tapi lulus lama karena nggak cocok. Waktu itu bukan soal cepat-cepetan, tapi soal tepat-tapatan. Jangan sampai hidupmu jadi versi panjang dari kalimat: “Andai dulu aku nunggu setahun aja.”
Jadi, kalau kamu belum dapet jurusan atau kampus impian tahun ini, jangan panik apalagi minder. Justru ini bisa jadi momen buat kamu ambil jeda, evaluasi, dan menyusun strategi yang lebih matang.
Nunda kuliah bukan berarti gagal—kadang, itu cara paling berani buat nyiapin masa depan yang beneran kamu mau. Toh, masuk kampus satu tahun lebih cepat nggak menjamin keluar lebih bahagia. Yang penting, kamu kuliah karena yakin, bukan karena ikut-ikutan.
Comments