Persyarikatan Muhammadiyah yang hari ini berulang tahun ke-108 dikenal sebagai organisasi Islam yang digerakkan oleh bapak-bapak. Pun begitu dengan ‘Aisyiyah, “pasangan” dari Muhammadiyah, merupakan organisasi ibu-ibu. Tapi dirunut dari sejarahnya, Muhammadiyah sebenarnya merupakan gerakan anak muda, lho!

Muhammadiyah Gerakan Anak Muda: Kiai Dahlan

Dahulu, Muhammad Darwis naik haji untuk pertama kalinya di usia 15 tahun pada tahun 1883. Lalu, dirinya menetap selama lima tahun hingga 1888. Usai menuntut ilmu Darwis mengubah nama menjadi Ahmad Dahlan. Pada haji yang pertama inilah Dahlan menuntut ilmu sekaligus bertemu dengan pemikiran pembaharu Islam macam Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, hingga Ibnu Taimiyah.

Ketika kembali ke Yogyakarta, Kiai Dahlan membentuk kelompok pengajian yang diikuti oleh anak-anak muda muslim di sekitar Kampung Kauman. Para pemuda inilah yang kritis terhadap keberagamaan umat Islam pada saat itu. Anak-anak muda ini bahkan kelewat berani untuk meluruskan kiblat Masjid Gedhe Yogyakarta.

Seperti diketahui, kiblat masjid-masjid di Pulau Jawa pada awal abad 20 mengarah lurus ke barat. Melenceng dari arah seharusnya, yaitu barat laut. Sontak setelah aksi meluruskan kiblat Masjid Gedhe dilakukan, kaum tua mengecam tindakan murid-murid Kiai Dahlan tersebut. Namun, kini masjid di Jawa dan Indonesia secara umum telah mengarahkan kiblatnya ke Kakbah, nggak lagi lurus ke barat. Hal ini menunjukkan betapa gerakan yang dulunya dihujat seiring berjalannya waktu disadari manfaatnya.

Selain urusan pelurusan kiblat, murid-murid Kiai Dahlan yang saat itu masih berusia belasan tahun juga mendakwahkan Al-Maun secara nyata. Dakwah ini dilakukan lewat gerakan-gerakan sosial yang membantu orang miskin dan anak yatim secara langsung.

Kiai Sudjak dan KH Mas Mansur

Tokoh Muhammadiyah lain yang dikenal sejak usia muda adalah Kiai Sudjak. Tokoh ini menjadi murid Kiai Dahlan yang membuat catatan-catatan penting dakwah Kiai Dahlan dan masa-masa awal Muhammadiyah. Catatan tersebut menjadi salah satu dari sedikit informasi yang eksis hingga kini dalam merekam pemikiran Kiai Dahlan.

Saat mulai masuk dalam kepengurusan Muhammadiyah di bidang Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO, kini PKU), Kiai Sudjak masih berusia 45 tahun. Tetapi saat itu dirinya berani bermimpi untuk mendirikan Rumah Sakit Muhammadiyah, impian yang saat itu ditertawai karena kaum pribumi terlebih umat Islam memang sangat terbelakang. Namun, dari impian tersebut kini lahir ratusan rumah sakit dan klinik Muhammadiyah di seluruh Indonesia.

Beranjak dari Kiai Sudjak, KH Mas Mansur menjadi tokoh muda selanjutnya yang sangat menonjol di Muhammadiyah. Bisa dibilang, KH Mas Mansur adalah bagian dari gelombang golongan muda yang memperkuat semangat pembaharuan Muhammadiyah. KH Mas Mansur aktif di Muhammadiyah Surabaya pada tahun 1921, ketika usianya baru 25 tahun.

Puncaknya, KH Mas Mansur menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah 1937-1943 ketika usianya baru 41 tahun. Ditunjuknya KH Mas Mansur sebagai ketua umum sekaligus menunjukkan pergeseran kepemimpinan dari golongan tua ke golongan muda pada saat itu. Menyiratkan bahwa Muhammadiyah sangat terbuka dengan aspirasi kader-kader mudanya.

Siti Bariyah dan Siti Munjiyah

Jika tokoh-tokoh yang telah disebutkan adalah tokoh laki-laki, selanjutnya adalah tokoh-tokoh dari kaum perempuan. Di masa-masa awal ‘Aisyiyah, terdapat beberapa tokoh yang menonjol, antara lain Nyai Ahmad Dahlan, Siti Bariyah, dan Siti Munjiyah. Dua nama yang disebut terakhir masih terhitung muda ketika aktif di ‘Aisyiyah.

Siti Bariyah merupakan Ketua Umum pertama Aisyiyah. Tokoh yang satu ini disebut sebagai perempuan pertama penafsir ideologi Muhammadiyah sekaligus berperan dalam pembentukan Majalah Suara ‘Aisyiyah yang terbit hingga saat ini. Namun, yang menarik adalah saat menerima amanah pada tahun 1917, Siti Bariyah masih berusia 10 tahun! Tentu nggak terlalu mengherankan karena pada saat itu ‘Aisyiyah masih menjadi bagian yang ada dalam stuktur Pengurus Besar Muhammadiyah.

Selanjutnya, nama Siti Munjiyah juga nggak asing dari perjuangan masa-masa awal ‘Aisyiyah. Tokoh yang satu ini pada usia 32 tahun menjadi salah satu penggerak Kongres Perempuan di Yogyakarta. Selanjutnya pada usia 36 tahun menjadi Ketua Umum ‘Aisyiyah.

Muhammadiyah dan Anak Muda Kini

Seperti disebut di awal, banyak dari pimpinan Muhammadiyah saat ini berusia dewasa bahkan tua. Mulai dari ranting di desa, cabang di kecamatan, daerah di kabupaten/kota, wiayah di provinsi, hingga pimpinan pusat di Jogja dan Jakarta. Namun, tetap saja gerakan anak muda di Muhammadiyah punya peran menonjol.

Salah satu peran anak muda tersebut adalah Muhammadiyah DIsaster Management Center (MDMC). Lembaga ini dirintis tahun 2007 oleh kader-kader muda Muhammadiyah, yang saat itu baru berusia 20-an tahun, dan disahkan oleh PP Muhammadiyah tahun 2010. Kini, MDMC terus membantu misi-misi kemanusiaan di seluruh Indonesia, bahkan berbagai belahan dunia seperti Rohingya. MDMC juga menjadi penggerak Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) yang saat ini sedang giat bergerak memerangi pandemi Covid-19.

Selamat Milad ke-108 tahun Muhammadiyah. Semoga anak muda Muhammadiyah makin penuh karya dan kontribusi bagi persyarikatan, umat, bangsa, dan kemanusiaan!

Editor: Hammam
Gambar: YouTube Muhammadiyah Channel