Marhaban yaa Ramadhan. Tentunya umat muslim atau orang yang menganut agama Islam gembira atas datangnya bulan Ramadhan. Bulan yang di dalamnya terdapat banyak pintu-pintu ampunan, pintu-pintu keberkahan. Selain menjalankan ibadah puasa, salah satu yang paling ditunggu, yaitu Malam Lailatul Qadar.

Puasa merupakan ibadah yang diwajibkan bagi kaum muslim di bulan ramadhan (Al Baqarah: Ayat 183). Dan di dalam ayat itu juga dikatakan “…sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu…” yang menunjukkan bahwa puasa sudah ada sejak lama.

Dari berbagai literatur yang ada, puasa  sendiri sudah sering dilakukan oleh keyakinan maupun agama di luar Islam. Mulai dari bangsa Yunani, Romawi, India bahkam kaum penyembah berhala (Paganis) sudah melakukan puasa.

Tentunya tujuannya yang berbeda, tapi makna dari puasa yg dilakukan tetap sama. Islam berpuasa karena Allah SWT (Al-Bayyinah: Ayat 5). Dan bagi non-muslim tentunya mereka ada yang berpuasa karena untuk mendapat keberkahan dari Tuhannya, dan ada juga karena ada udang di balik batu atau ada sesuatu yang menyebabkannya berpuasa..

Makna terpenting dari berpuasa adalah menahan diri. Semua agama dan umat mengajarkan itu. Karena itulah ibadah satu ini merupakan kegiatan atau aktifitas yang agung,  kegiatan pembersihan jiwa, menahan segala yang harus ditahan (tidak semata-mata karena makan dan minum), dan tentunya di mana hubungan dengan Tuhannya semakin khusyuk, hubungan sesama manusia semakin erat, dan manfaat-kemaslahatan lain yang ditujukan dari berpuasa

Karenanya, di dalam puasa-kita sebagai hamba selaksana diperhadapkan dengan sebuah cermin. Dalam artian kita melihat diri kita sendiri. Makanya, puasa itu adalah ibadah privat, yang hanya diri dan Tuhannya yang mengetahui. Tidak ada satu orangpun yang mengetahui apakah dia berpuasa atau tidak, bisa saja dia mengatakan berpuasa tapi kenyataannya tidak. Begitupun sebaliknya. Itu kalau dilihat dari segi konteks makan dan minum. Belum lagi dilihat dari menahan diri dari hawa nafsu, boleh saja dia berlapar-haus tapi belum tentu mampu menahan godaan-godaan yang lain.

Makanya dibutuhkan keikhlasan, ketulusan, dan keistiqomahan dalam menjalaninya. “Agama adalah ketulusan” (HR. Muslim), karena itu puasa adalah puncak dari ketulusan manusia kepada Tuhannya. Ia mengajarkan untuk tulus dan ikhlas.

Dalam sebuah Hadist Qudsi yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, bahwa Allah SWT berfirman, “Semua amal putra-putri Adam untuknya, kecuali puasa, ia untuk-Ku dan aku (secara langsung) memberinya ganjaran.”

Jadi, makna keikhlasan sangat tidak bisa dipisahkan dari puasa, karena makna hakikat keikhlasan cuman Allah SWT yang mengetahuinya. Dan penisbahan ibadah ini kepada Allah itu merupakan penisbahan kemuliaan dari segi keihklasan, makanya Allah SWT yang langsung menentukan kadar ganjaran-imbalannya.

Lalu ketika keikhlasan ditarik kembali ke konteks puasa yang dilakukan oleh semua agama. Maka, dapat ditemukan makna keragaman di dalamnya. Semua manusia dihadapkan pada keikhlasan menahan diri dari yang hal-hal buruk. Maka, ketika makna menahan diri dan ikhlas dipadukan, ya akan mewujud dalam bingkai keragaman. Tidak ada lagi perbuatan jahat di atas nama agama, dan tidak ada lagi manusia  bertikai sesama manusia. Ini memang utopia, maka dari itu kita diwajibkan untuk berpuasa.

Tradisi Puasa berbagai Agama

Mungkin sebagian dari kita menganggap bahwa cuman Islam lah yang melakukan aktivitas berpuasa, padahal hampir semua agama melakukannya. Dan inti dari puasa yang dilakukan itu sama, yaitu menahan diri.

Misalnya selain agama Islam, yaitu Agama Buddha, puasa sering disebut Uposatha. Di dalam Uposatha tersebut, dikenal Uposatha-sila atau delapan aturan, diantaranya dilarang membunuh, mencuri, berhubungan badan, tidak berbohong, dan seterusnya.

Kemudian pada Agama Hindu, dikenal dengan Upawasa Siwa Ratri, yang tidak boleh makan dan minum sampai terbenamnya fajar. Dan Puasa Nyepi, tidak makan-minum sejak fajar sampai fajar esok hari.

Kemudian ada Konghucu, pada kepercayaan ini puasa merupakan cara mensucikan diri, menahan diri, dan melatih diri untuk menjaga perilaku maupun perbuatan dari yang buruk agar tetap menjadi pribadi yang penuh cinta kasih.

Dan agama-agama lainnya tentunya memiliki tradisi yang serupa. Banyak literatur yang kemudian bisa pelajari untuk menambah wawasan.

Akhir kata, dalam puasa sangat dianjurkan untuk menahan diri dan melatih diri demi kepatuhan dan mencapai apa yang diharapkan , walaupun semua  agama mempunyai mekanisme puasa yang berbeda, tapi maknanya tetap sama.

Wallahu a’lam bisshowab.