Kembali saya kecewa dengan petinggi PSSI. Kali ini konflik Haruna dan STY. Bagi saya, Shin Tae-yong adalah harapan besar seluruh masyarakat Indonesia.

Struktur bangunan sepakbola Indonesia menuju sepakbola modern perlahan dibangun bukanlah perkara mudah. Saat awal menjadi juru taktik, Shin Tae-yong menerapkan standar kedisiplinan di skuad Garuda.

Tindakan indisipliner

Protes dari berbagai pihak menyayangkan atas pencoretan pemain lantaran tindakan indisipliner. Beberapa pemain tersebut diantaranya: Nur Hidayat Haji Haris, Rifad Marabessy, dan Osvaldo Hay.

Bagi Shin Tae-yong, tindakan indisipliner ini mencoreng rasa nasionalisme. Saya sependapat dengan coach Shin, para pemain ini memikul tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Mereka melanggar aturan, seolah terlepas dari tanggung jawab. Datang ke pemusatan latihan molor, keluar malam dan sebagainya. Hal ini memiliki pengaruh luar biasa ketika Timnas bermain di lapangan.

Kekompakan dan kesolidan komposisi pemain Timnas dibentuk bukan hanya dari segi taktik. Namun, aspek disiplin juga tidak luput dari perhatian coach Shin. Inilah kunci, bagaimana Korea Selatan berhasil menundukkan Jerman diluar dugaan.

Dalam podcast Dedy Corbuzier

Sebenarnya, coach Shin bisa saja menolak tawaran melatih Timnas Indonesia. Tawaran datang dari salah satu klub tajir, liga China, dikesampingkan. Coach Shin mantap melatih Timnas Indonesia.

Andai saja coach Shin gila materi, sudah barang tentu tawaran melatih Timnas Indonesia dia tolak. Lagi-lagi, coach Shin menegaskan sebuah komitmen untuk mendekonstruksi Timnas Indonesia.

Penampilan Timnas selama di gelaran AFF 2020 menuai beragam pujian. Mayoritas dihuni skuad muda, mereka berhasil membuat lawan kesulitan, sampai merangsek di babak final. Sungguh, capaian luar biasa!

Surat Sayang untuk Pak Haruna

Kini publik Indonesia dibuat patah hati oleh pernyataan Haruna Soemitro, Exco PSSI. Pernyataan tendensius terlontar dari Haruna, mantan manajer Madura United.

Dear, yang terhormat Haruna Soemitro, harapan dari tahun ke tahun untuk menjadi winner piala AFF memang tak semudah membalikkan telapak tangan.

Dalam prosesnya, memerlukan waktu untuk membangun komposisi yang tepat. Bukan hanya dari Anda, pak, yang menginginkan Timnas Juara di piala AFF kemarin! Seluruh masyarakat Indonesia pun ingin demikian.

Justru, evaluasi itu ada di tubuh PSSI. Coba singkirkan orang-orang yang mempunyai kepentingan tertentu disana. Mereka hanya sampah, yang mengotori pesepakbola Indonesia.

Dari tahun ke tahun, ada saja kecolongan skandal pengaturan skor. Kejadian seperti itu hanya efek kaget musiman bagi PSSI. Kinerja PSSI terlihat ketika ada kejadian memalukan seperti itu.

Dear, Haruna Soemitro, cobalah Bapak berpikir dari hal terkecil disana. Tidak usah berkaca pada sistem federasi sepakbola di negara lain. Karena mayoritas penduduk Indonesia gemar terhadap olahraga si kulit bundar, di negeri ini, sepakbola sering menjadi sasaran kendaraan politik.

Dear, Haruna Soemitro tidak usah risau, netizen Indonesia mencarimu akhir-akhir ini. Tulisan ini juga bentuk surat sayang. Itu adalah konsekuensi pernyataan tendensius yang njenengan lontarkan. Coba diperbaiki mentalnya atau meminta maaf secara publik.

Editor: Lail

Gambar: Google