Selain ayah, sepertinya ada satu lagi anggota keluarga yang saya amati paling jarang menangis. Ya, anak pertama atau sering dijuluki sulung. Saya tidak tahu apakah pernyataan ini juga berlaku di keluarga-keluarga lain, tapi dalam keluarga saya karakter ideal seorang anak pertama begitu melekat pada kakak saya.

Bertanggung jawab, pemberani, mandiri, memiliki jiwa kepemimpinan yang besar dan mengayomi, mungkin kurang lebih seperti itu yang saya amati selama ini. Ia bagaikan air di tengah gurun pasir yang begitu panas, menyejukkan hati pasangan muda yang masih haus ilmu dan harap-harap cemas dalam menjalankan peran pertama kali sebagai sosok orang tua.

Saya jadi membayangkan betapa menantangnya menjadi si anak pertama, yang padanyalah harapan besar seorang ayah dan ibu ditanamkan. Sebagai ‘pembuka jalan’, sebagai teladan bagi adik-adiknya kelak, sungguh banyak sekali beban yang ditanggung di pundaknya. Sedemikian kerennya sampai-sampai orang-orang menjuluki anak pertama sebagai “si manusia berhati baja”.

Eits, namun demikian ternyata ada dua fakta anak pertama yang belum banyak diketahui orang-orang lho.

Pertama, Anak Pertama Sangat Bertanggung Jawab Namun Cenderung Mudah Stres.

Menurut Robbins (2001), stres merupakan suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang.

Mungkin belum banyak yang tahu mengenai fakta ini. Sebagai anak pertama yang tentunya akan menjadi sosok kakak, orang tua biasanya menurut anak pertamanya tumbuh menjadi anak yang bertanggung jawab dalam berbagai hal. Mulai dari kegiatan sehari-hari hingga masalah krusial seperti pendidikan.

Banyaknya tuntutan itu memunculkan ambisinya untuk menyelesaikan segala tugas dengan sempurna, padahal ia hanya manusia biasa yang punya celah. Nah, ketika suatu ketika ia tidak dapat menyelasaikan tugasnya dengan sempurna, biasanya akan mengalami stres. Hal ini lah yang membuat anak pertama cenderung lebih mudah stres dibanding saudaranya yang lain.

Kedua, Anak Pertama Care, tapi Lebih Egois

Sebagai anak yang lahir duluan, anak pertama cenderung memiliki sifat peduli. Menurut Adler, anak tertua cenderung konservatif, berorientasi pada kekuasaan, dan mampu memimpin. Alasannya karena mereka kerap diberi tanggung jawab untuk menangani adik-adik mereka. Anak sulung tumbuh menjadi orang yang peduli, lebih bersedia menjadi orangtua, dan cenderung mengambil inisiatif.

Namun karena lahir lebih dahulu dan diberikan perhatian yang lebih oleh orangtuanya, ternyata ada lebih banyak percikan sifat egois di dalam diri anak pertama. Bahkan karena sifat alamiyah memimpinnya, anak pertama akan cenderung lebih keras kepala. Tapi dibalik keegoisannya, anak pertama tetaplah sosok tauladan dan tetaplah si penyayang.

Anak Pertama Juga Manusia

Dari kedua fakta itu, kesimpulannya adalah anak pertama tetaplah manusia, yang mempunyai celah dan perasaan.

Untuk semua anak pertama, terima kasih sudah menyayangi kami adik-adikmu, selalu menjadi penolong ketika kami kesusahan, menghentikan tangis kami dan menggantinya dengan senyuman. Saya tahu banyak sekali perasaan yang tidak bisa terjelaskan, tekanan, dan tuntutan. Maka dari itu, mari berpegangangan erat, adik-adikmu akan senantiasa mendukung dan menyayangimu. Beban di pundakmu memang harus diemban, namun dirimu sendiri juga perlu dicintai. Pelan-pelan, asal kamu terus bergerak, segala kebaikan pasti akan mendatangimu.

I trust you, you can do it!

Penulis: Clean Qurrota A’yun

Penyunting: Aunillah Ahmad