Sist, sudah tahu belum kalau RUU PKS sudah sah menjadi UU TPKS? Lalu, apa sih yang akan berbeda? Simak dibawah ini yah!

Tanpa kita sadari, mungkin orang-orang di sekitar kita adalah penyintas pelecehan seksual. Teman saya salah satunya, sebut saja May.

Ketika duduk di bangku SD, May mengalami pelecehan seksual berupa dipegang area intimnya oleh temannya sendiri.

Karena saat itu May belum memahami bahwa tindakan tersebut merupakan pelecehan seksual, May memilih untuk diam saja.

Akan tetapi, trauma yang dialami May terbawa hingga saat ini. Saat bercerita pun, May mengatakan bahwa ia tidak berani untuk menceritakan hal ini ke orang tuanya.

Pelecehan Seksual belum Terdefinisikan dalam KUHP

Komnas Perempuan dalam laman resminya, menyatakan bahwa dari tahun 1998 – 2013 terdapat 15 bentuk kekerasan seksual yang ditemui Komnas Perempuan. Salah satu bentuk kekerasan seksual tersebut adalah pelecehan seksual.

Komnas Perempuan mendefinisikan pelecehan seksual sebagai tindakan lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban.

Tindakan ini termasuk siulan, ucapan bernuansa seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, dan gerakan atau isyarat yang menyebabkan rasa tidak nyaman dan merendahkan martabat.

Sayangnya, pelecehan seksual dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum memiliki definisi sendiri, sehingga kasus pelecehan seksual akan didefinisikan sebagai perbuatan cabul.

Ketika kasus pelecehan seksual dilaporkan, pelaku akan dijerat pasal percabulan. Sehingga, perlindungan terhadap korban kekerasan seksual di Indonesia masih sangat minim.

Hukum yang kurang berpihak pada korban membuat penanganan kasus terlapor menjadi lama dan berbelit-belit sehingga banyak korban yang enggan melanjutkannya karena merasa sia-sia.

UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual Ada untuk Menyempurnakan

Dengan disahkannya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada 12 Maret 2022 oleh DPR RI, menjadi berita segar di tengah maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia.

UU TPKS sebenarnya telah diusulkan sejak tahun 2012. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan, RUU PKS sah menjadi UU TPKS.

Adanya UU TPKS membawa beberapa poin penting yang dapat menyempurnakan hukum yang ada di KUHP. Beberapa poin tersebut antara lain:

1. Ruang lingkupnya meliputi pencegahan, penanganan, perlindungan, pemulihan korban, dan penindakan pelaku.

2. Mencakup 9 bentuk kekerasan seksual.

3. Definisi dari bentuk kekerasan seksual lebih detail

4. Sanksi yang didapatkan pelaku berupa penjara, pembinaan khusus, dan kerja sosial

5. UU TPKS lebih berpihak kepada korban dalam penanganannya

Perubahan Dunia yang Akan Terjadi dengan Disahkannya UU TPKS

Jika membaca UU TPKS, ada beberapa perubahan dunia khususnya dalam penanganan kasus kekerasan seksual.

Pertama, pelaporan kasus kekerasan seksual menjadi lebih mudah karena bukti yang harus dikumpulkan juga mudah.

Harapannya, tidak ada lagi kasus kekerasan seksual yang penanganannya terhambat karena kurangnya bukti. Sehingga, pelaku bisa mendapatkan hukuman yang sepantasnya.

Kedua, dalam UU TPKS, dikatakan bahwa lembaga negara, pemerintah, dan pemerintah daerah wajib menyelenggarakan penghapusan kekerasan seksual.

Artinya, selain banyak kewajiban yang telah diemban, pemerintah mendapatkan kewajiban baru yaitu menyelenggarakan penghapusan kekerasan seksual.

Salah satunya implementasinya yakni diwajibkannya pemerintah daerah untuk membentuk Pusat Pelayanan Terpadu untuk menyediakan layanan aduan bagi korban.

Semoga pemerintah kita saat ini sedang pusing memikirkan gimana cara menyelenggarakan penghapusan kekerasan seksual sesuai UU ya!

Dengan banyaknya selebrasi yang dilakukan oleh berbagai pihak di media sosial, membuat saya menyadari bahwa banyak orang yang bersyukur dengan disahkannya UU TPKS.

Namun, sahnya UU ini bukan menjadi ujung dari perjuangan penghapusan kekerasan seksual, tetapi sebagai awal perjuangan baru untuk mengawal penyelenggaraan penghapusan kekerasan seksual.

Editor: Lail

Gambar: Pexels