Ha, apa? Tutorial buat orang kota yang merantau ke desa? Nggak salah?

Iya, benar. Kamu nggak salah baca. Tutorial ini khusus buat orang kota yang merantau ke desa. Kenapa saya membuat sebaliknya? Karena saya rasa adaptasi orang desa yang merantau ke kota itu sudah biasa. Apalagi buat para mahasiswa dan job seeker, proses itu tentu tak perlu menguras waktu, tenaga, dan emosi yang lama. 

Pasalnya saya sendiri merasakan, ketika saya sebagai warga Ponorogo harus keluar rumah dan melanjutkan kuliah di Surabaya. Hal itu tidak sulit. Bahkan jika ada kesulitan yang dijumpai, proses tersebut tetap menyenangkan. Orang desa pindah ke kota. Dengernya aja sudah seneng. 

Nah, lain cerita kalau ada orang kota yang merantau ke desa. Dengernya aja sudah ngenes. Seolah-oleh terbuang dari tempat asal yang full fasilitas dan kembali mendekat ke kehidupan primitif. 

Sebenarnya, pemikiran itu juga berasal dari masyarakat patriarki yang menganggap kota lebih maskulin daripada desa. Sehingga menganggap orang desa yang merantau ke kota tampak lebih keren daripada orang kota yang merantau ke desa. Padahal, tinggal di desa itu tidak selamanya lebih buruk daripada tinggal di kota. Dan begitu juga sebaliknya. Tinggal di kota belum tentu lebih baik daripada tinggal di desa. 

Saya juga berasal dari salah satu desa di Ponorogo. Akan tetapi, saya merantau ke desa lain yang secara fasilitas umum, akses transportasi, dan kesehatan masih kurang jika dibandingkan dengan desa saya. 

Apa yang melatarbelakangi kepindahan saya ke sini? Golek upo, alias mencari pekerjaan untuk bertahan hidup. Di desa ini saya menjadi pengajar di salah satu sekolahnya. Orang-orang yang senasib dengan saya banyak. Bahkan mereka berasal dari kota yang lebih jauh dan lebih besar daripada Ponorogo. Ada yang dari Madiun, Tulungagung, Kediri, bahkan Malang.

Sayangnya, nggak semua orang kota berhasil beradaptasi dengan kehidupan di desa. Mereka bukannya tak mampu menjalankan tugas dan kewajibannya di tempat kerja. Tapi, karena tak bisa melebur bersama orang-orang yang ada di sekitarnya. Umumnya, mereka sudah kena mental duluan karena jauhnya akses transportasi dan keterbatasan fasilitas umum. Nah, kalau di awal hati udah nggak sreg, proses berikutnya pasti lebih berat. 

Berikut saya paparkan tutorial ringkas buat kamu, anak kota yang mau atau sudah terlanjur merantau ke desa. Biar adaptasimu jadi manis, semanis senyuman doi.

  1. Urusan tempat tinggal

Mendapat tempat tinggal yang nyaman adalah kewajiban nomor satu buat para perantau. Biasanya ketika kita merantau ke kota, kita bakal nyari kos-kosan atau kontrakan. Namun, jangan heran ada desa yang karena begitu jarangnya dapat pendatang jadi tidak ada kos yang disewakan. 

Ini persis dengan daerah yang saya datangi. Tidak ada kos-kosan yang sengaja dibangun untuk dikomersialkan. Untuk cari tempat tinggal, kamu bisa mendatangi perangkat desa dan menanyakan langsung kepada beliau. Adakah warga baik hati yang mau menerima dirimu di rumahnya? 

Perangkat desa akan dengan senang hati mencarikan warga baik yang kamu repoti. Pun mereka juga akan mencarikan warga yang rumahnya layak untuk kamu huni. 

Nanti, di rumah itu kamu bakal makan bareng bersama tuan rumahnya dan kemungkinan juga menggunakan kamar mandi yang sama. Nggak usah sungkan-sungkan. Meskipun kamu orang asing, mereka sudah menganggapmu sebagai bagian dari keluarganya. Mereka nggak akan itung-itungan kalau ngasih kamu. Mereka mungkin juga akan mengajakmu ke acara-acara masyarakat atau mengikuti kegiatan di tempat ibadah terdekat.

Kamu pun juga demikian. Harus menganggap mereka sebagai keluargamu. Jangan cuma hidup di kantor dan pulang masuk kamar lalu hanya keluar kalau mau makan dan mandi. Ajak mereka bicara. Sempatkan waktu untuk nonton TV bareng. Jika tuan rumah punya gawe, relakan tenaga dan waktumu.

  1. Urusan Sosial

Nah, untuk urusan sosial ini kamu kudu hati-hati. Kamu ingin dikenal sebagai orang seperti apa sama tetangga barumu? Mau dikenal sebagai orang kota yang cuek dan nggak betah di perantauan? Apa mau dikenal sebagai orang yang bahagia tinggal di sana?

Sapa tetanggamu, panggil namanya tiap kali kamu berpapasan. Sekali waktu kamu boleh minta tolong. Memasang LPG atau mompa ban motor misalnya. Sesekali kamu boleh bertanya tentang jalan menuju suatu tempat. Mereka akan senang jika merasa dibutuhkan. 

Lain waktu sehabis pulang ke kotamu -atau desamu- belilah oleh-oleh. Kasih juga ke tuan rumah. Tetangga juga boleh. Cukup kanan, kiri, atau muka aja, nggak perlu satu desa. Nanti kamu bangkrut.

Agar lebih cepat berbaur dengan masyarakat, mendekatlah dengan rumah ibadah. Kalau lagi ada gawe, bantulah dengan tenagamu. Banyak lo manfaatnya. Selain kembali mendekatkan dirimu kepada Tuhan, kamu juga akan lebih cepat bertemu orang-orang baru. Mereka juga akan lebih cepat mengenalmu.

  1. Urusan telinga

Haa, iniii… Karena kamu tinggal di desa, tetangga kosanmu pasti beda dengan tetangga kosan di kota. Belum lagi kalau kamu lajang di usia yang dianggap seharusnya sudah menikah. Kamu akan dapat pertanyaan soal itu. Mungkin awal-awal kamu masih merasa terkejut dan sakit hati. Tapi, kamu perlu belajar untuk menerima hal itu. 

Nggak perlu menyalahkan diri karena tak bisa memuaskan semua orang. Nggak perlu juga menyalahkan mereka atas sikapnya. Karena itulah juga yang biasa mereka terima. 

Terima saja dan lama-lama kamu akan sadar, mereka tanya itu hanya karena … nggak tahu lagi apa yang mau mereka tanyakan. Asalkan kamu ngasih senyum manis, lama-lama mereka pasti bosan sendiri, kok. 

Satu lagi, jika kamu punya gebetan, jangan sampai ketemuan di kosan. Bisa geger itu satu desa. Ketemuan aja di luar, di lokasi yang kemungkinan kecil ada yang mengenal kalian. 
Nah, itulah tiga tutorial ringkas buat orang kota yang mau atau sedang merantau ke desa. Percayalah, dimanapun tempatnya, menjadi seorang perantau itu banyak gunanya. Kita juga perlu mengingat nasihat orang Jawa: desa mawa cara, negara mawa tata. Setiap daerah pasti punya adat dan kebiasannya masing-masing. Tugas kita adalah menghormatinya.

Foto : Pinterest.com

Penulis : Rezha Rizqy Novitasary

Penyunting : Elsa